“Itu yang paling prinsip. Kami tegaskan lagi, ini bukan wakaf kelurga, bukan wakaf untuk kepentingan keluarga. Definisi wakaf bukan untuk kepentingan keluarga, tetapi untuk kepentingan umat atau masyarakat yang seluas-luasnya,” terangnya
“Jadi, pengertian wakaf itu ditunda pokoknya, tidak memiliki bentuk kepemilikan tetapi dioptimalisasi pemanfaatan nya untuk kepentingan masyarakat seluas-luasnya. Itu pengertian wakaf yang benar,” sambungnya.
Sementara itu, kata Luky, sembari memperlihatkan salinan tulisan tangan Pangeran Soeriaatmadja, dirinya menegaskan bahwa jangan sampai value wakaf Pangeran Soeriaatmadja yang memiliki nilai luruh itu ditutup lagi oleh orang yang mengaku keturunan Pangeran Soeriaatmadja.
Baca Juga:Menko Airlangga: Bantuan Tunai PKL dan Warung di Provinsi NTB Paling Cepat dan Tepat SasaranTerima Kunjungan Duta Besar Australia, Ridwan Kamil Paparkan Potensi Ekonomi Jabar
Dia membacakan, sepenggal kalimat dalam salinan tulisan ikrar wakaf tersebut yang berbunyi:
‘jeung saestuna eta barang-barang nu geus disebutkeun tea, samangsa kaula geus maot atawa eureun tina jadi bupati didieu, eta barang-barang teh ku kaula diwakapkeun ka anu ngaganti kaula didieu jeung satuluy-tuluyna ka unggal-unggal nu jadi panggede bangsa pribumi nu dikawasakeun ku kanjeng gouverment di dieu di Sumedang, pangkat naon bae disebutna mah sapaninggal kaula’
Dalam penggalan kalimat tersebut dirinya menerangkan bahwa wakaf tersebut diberikan kepada bupati atau apapun pangkat yang dipakainya di Sumedang.
Hal tersebut mengandung makna luhur yang harus dijaga, manifestasi seorang pemimpin yang bernilai luhur dan mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau kelompok.
“Jangan sampai nilai luruh ini ditutup lagi oleh orang yang mengaku-ngaku keturunan, mengaku bergerak demi amanat leluhur, tetapi sebenarnya sedang mencederai dan mengkhianati daripada isi dari amanat wakaf itu sendiri. Tidak akan berhasil, marwahnya tidak akan nyampe,” tuturnya. (Mg1)