Aki Wangsa juga memerinci beberapa ciri lain pelaku pesugihan terhadap ratu ular. Biasanya cenderung menutup diri, berpakaian biasa saja dan muka seperti terkesan dihantui kecemasan.
Sebelumnya, Aki Wangsa mengakui, praktik pesugihan di beberapa tempat yang sekarang tergenang Waduk Jatigede memang nyata adanya.
Aki Wangsa menyebutkan, dirinya sendiri pernah menyaksikan prosesi ritual pesugihan di salah satu tempat di seputar kawasan yang kini menjadi Waduk Jatigede.
Baca Juga:Vaksinasi Lansia Belum Capai TargetDampak Tol, Warga Kesulitan Air Bersih
“Tempat pesugihan di wilayah Jatigede ini berada di lembah sungai. Dulu kuncennya kebetulan saudara saya,” ujar Aki Wangsa.
Dituturkan Aki Wangsa, orang yang mau menjalani pesugihan dengan ratu ular, terlebih dulu mendatangi kuncen untuk mengetahui arahan dan caranya. Kemudian setelah sepakat dengan berbagai syarat dan cara, pelaku pesugihan melakukan ritual khusus.
“Dalam ritualnya itu, pelaku menyiapkan sesajen berupa kembang dan kemenyan. Prosesi ritual yang paling utama harus siap menikahi ratu ular. Dan untuk menghadirkan ratu ular, itu tugas kuncen. Prosesinya ya layaknya pernikahan manusia, karena ratu ular juga menjelma menjadi seperti manusia cantik,” tutur Aki Wangsa.
Lantas apa saja syarat dari pesugihan dengan ratu ular? Aki Wangsa melanjutkan, pesugihan dengan ratu ular di wilayah itu, tidak harus memberikan tumbal jiwa manusia.
Hanya, bagi pelaku pesugihan setiap malam Jum’at harus berada di kamar khusus untuk ‘melayani’ ratu ular. Dalam kacamata pelaku pesugihan dan orang yang bisa melihat wujud ghaib, ratu ular itu begitu cantik memesona, seperti ratu-ratu jaman kerajaan bermahkota.
“Tambah lagi syaratnya itu, pelaku pesugihan tidak boleh selingkuh dengan wanita lain selain istri sah. Kalau coba-coba lagi main wanita lain akan fatal akibatnya,” katanya (eri)