SUMEDANG.JABAREKSPRES.COM – Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) mengklaim memiliki bukti kepemilikan lahan objek wisata Cipanas Sekarwangi di Kecamatan Buahdua.
Pasca revitalisasi oleh Pemkab 2019 silam, saat ini kondisi pemandian air panas terbengkalai. Pantauan Sumeks di lapangan, tidak ada pihak yang mengaku sebagai pengelola.
Ketua Yayasan Pangeran Sumedang, Raden Moch Alex menerangkan, lahan objek wisata Pemandian Cipanas Sekarwangi merupakan lahan milik YPS. Hal itu dibuktikan kepemilikan berupa letter C yang masih dipegang oleh YPS.
Baca Juga:Sawah Gagal Panen. Satker Harus Ganti RugiCadas Pangeran Rawan Longsor, Harus Waspada
“Kepemilikan dan pengelolaannya masih YPS,” terang Alex saat dihubungi melalui sambungan telpon, Rabu (12/1).
Alex mengaku, letter C atas lahan tersebut saat ini masih tersimpan di bagian aset YPS. Hanya saja, pihak kepala desa tidak memberikan surat keterangan desa (SKD)Â saat pihaknya memintanya.
“Letter C ada, cuma kalau kemarin mau minta SKD-nya itu kepala desanya tidak ngasih, ‘kenapa tidak ngasih’ katanya sih, ini baru informasi katanya, SKD-nya dikeluarin sama camat, kan aneh,” terangnya.
YPS mengklaim Cipanas Sekarwangi, telah dikelola sejak 1955 namun berhenti pada 2017 dan muncul berbagi persoalan.
“Permasalahan muncul saat di dalam yayasan ada yayasan, mulanya semua di kelola YPS,” pungkas Alex.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi Objek Daya Tarik Wisata, Disparbudpora Sumedang Ajat Sudrajat menjelaskan, penataan objek wisata Pemandian Cipanas Sekarwangi terakhir dikelola oleh Disparbudpora pada 2019. Kemudian pengelolaan aset tersebut diserahkan kepada BUMD Kampung Makmur.
“Jadi sekarang sudah tidak termasuk di kartu inventaris barang pariwisata (Disparbudpora), sudah diserahkan ke Kampung Makmur untuk dikelola. Jadi Disparbudpora bukan sebagai pengguna barang aset itu lagi,” ucap Ajat.
Baca Juga:SMK PGRI 2 Sumedang Gelar PTM 100%Jembatan Gantung Siliwangi Diterjang Banjir
Saat ditanya soal status tanah, Ajat mengatakan, berdasarkan informasi merupakan aset warisan dari Dinas Pariwisata Daerah atau Disparda sebelum ada kebijakan otonomi daerah, bukti sertifikat secara khusus belum ada. Rencananya, lahan tersebut akan disertifikatkan namun belum juga terlaksana.
“Proses waktu itu mau disertifikatkan hanya belum sempat terus, camat Buahdua saat itu pak Tono menyatakan akan mensertifikatkan tapi sampai saat ini belum juga, terakhir ditangani oleh Bidang Pertanahan Perkimtan, nah setelah diserahkan langsung diproses dengan (bagian) Aset, jadi lebih lanjut bisa ditanyakan ke Bagian Aset,” jelas Ajat.