sumedangekspres – Sekilas sejarah Desa Cipaku Darmaraja, Cikal bakal Sumedang, Cipaku berasal dari kata Ci dan Paku dimana Ci artinya Cahaya dan Paku artinya Pakuning Alam, Paku Alam, Paku Kesadaran, Paku Pengikat Alam Semesta ditandai Batu Satangtung, Linggayana, Lingga Hyang, Linggih, Hadir.
Cipaku adalah Cahaya Pakuning Alam, Cahaya Tuhan yang hadir di dalam diri dan Alam Semesta. Cipaku merupakan ilmu pengetahuan atau metoda untuk mengenal diri sendiri dan Tuhan Yang Maha Esa yang dijalankan oleh para leluhur Nusantara dahulu.
Tempat dimana dahulu para leluhur mengenal Jatidiri (mikro kosmos/ diri sendiri) dan Jatigede (Makro Kosmos/ Tuhan YME) dinamai Cipaku dimana jejak- jejaknya dapat kita lihat di beberapa wilayah masih ada daerah yang bernama Cipaku.
Baca Juga:Gubernur Ridwan Kamil Akan Merilis Super Apps Sapawarga, Transformsi DigitalCibeusi Jatinangor Diterjang Banjir
Cipaku Darmaraja Sumedang namanya mencuat karena Pembangunan Bendungan Jatigede yang menenggelamkan 25 Situs Sejarah Sumedang yang merupakan bagian dari wilayah Cipaku Sumedang.
Sejak dua tahun penggenangan Bendungan Jatigede ada satu Situs Cipaku Sumedang yang bertahan tidak tenggelam yaitu Situs Astana Gede Cipaku yang seharusnya tenggelam 10 meter di atas permukaan air bendungan.
Dengan tidak tenggelamnya Astana Gede Cipaku yang berada di pinggir Bendungan Jatigede barangkali merupakan Pesan Illahiah / Pesan Kesemestaan bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa masih mengizinkan Incu Putu Cipaku untuk merawat Situs Astana Gede Cipaku.
Seperti kita ketahui bahwa Para Leluhur Cipaku mah sudah Ngahyang berada di Kalanggengan tidak terpengaruh oleh adanya unsur alam semesta yaitu air, tanah, bumi, dan angin. Bahkan menurut Pantun Buhun Cipaku mereka diciptakan oleh Tuhan YME sebelum alam semesta diciptakan.
Kami lah justru Incu Putu Cipaku yang berharap masih bisa berziarah ke Situs Astana Gede Cipaku untuk berkontemplasi kepada Yang Maha Kuasa mengenal Jatidiri dan Jatigede, diri sendiri dan Tuhan YME.
Simbol Batu Satangtung, Linggahyang, Linggih yang merupakan Simbol Hadirnya atau Nangtungnya Cahaya Tuhan di dalam diri dan alam semesta merupakan bukti peninggalan sejarah bahwa Para Leluhur Nusantara dahulu memiliki pemahaman spiritual yang cukup tinggi.