sumedangekspres – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), baru-baru ini merilis pernyataan bahwa masyarakat tidak benar-benar memahami esensi HAM yang seringkali digaung-gaungkan.
Dikjen HAM dari Kemenkumham, Mualimin Abdi, menyebut pemberitaan tentang HAM di media seringkali dijadikan sebagai aksesoris. Hal tersebut disampaikan Mualimin pada dialog bertemakan “HAM dan Kebebasan Pers” sekaligus dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2023 yang diadakan di Kota Medan, Sumatera Utara.
“Ada banyak pihak yang menyuarakan tentang HAM, namun mereka tidak paham esensi HAM. Termasuk mengenai siapa saja pihak-pihak yang bertanggung jawab tentang keadilan HAM tersebut.” ucap Mualimin.
Baca Juga:Fitch Ratings Naikkan Peringkat BRI Menjadi BBB dan AAA (idn) dengan Outlook Stabil, Ini Faktor Pendorongnya!Jelang Publikasi Kinerja Keuangan, Diproyeksikan Kontribusi BRI untuk Negara dan Rakyat Semakin Besar
Diskusi tentang HAM, seharusnya mengarah pada kebebasan, kemerdekaan, kesamaan, hak, dan lain sebagainya. Bila dikaitkan dengan pers, maka media massa memiliki kedudukan yang strategis di alam demokrasi.
“Salah satu bentuk kebebasan berekspresi, berkumpul, berserikat hingga menyampaikan pendapat seperti yang diatur dalam Pasal 28 E, seharusnya diimplementasikan dengan baik oleh media massa.” ucap Mualimin.
Merujuk pada konstitusi Indonesia, HAM dibedakan menjadi dua hal, yakni bisa dibatasi dan tidak dapat dibatasi.
“Makanya dalam undang-undang dasar mengatur secara jelas implementasi HAM yang tidak bisa dibatasi. Dan itu ada tujuh poin. Di antaranya kebebasan beragama, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan berpikir, dan lain sebagainya.” jelas dia.
Jika esensi HAM tidak dipahami, dan pelanggaran HAM tak kunjung dibasmi, maka hal tersebut akan memicu gangguan kesehatan fisik dan mental terhadap korban.
Untuk jangka panjang, pelanggaran HAM yang tidak diadili dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada sistem hukum dan struktur sosial dalam bermasyarakat. ***