Putri tersebut memiliki seekor burung yang selalu menemani aktivitasnya sehari-hari. Suatu hari, burung yang menemani sang putri hilang dan membuat sang putri bersedih hati.
Pada saat bersedih hati, sang putri melihat ada orang yang menari-nari di bawah sebuah pohon besar. Ternyata orang tersebut adalah seorang pemuda bernama Raden Kacapiring yang sedang memainkan alat musik kacapi.
Raden Kacapiring kemudian membuat sebuah syair lagu untuk Dewi Sri dengan harapan dapat menenangkannya dari kegelisahan atas hilangnya sang burung.Lagu tersebut kemudian dikenal sebagai “Es Lilin” dan selalu dinyanyikan pada upacara adat di daerah Sumedang.
Baca Juga:Sejarah Gunung Gajah SumedangSejarah Gunung Tampomas Sumedang
Seiring berjalannya waktu, tempat di mana Raden Kacapiring memainkan alat musik itu diberi nama Gunung Kacapi Sumedang.
Hingga kini, Gunung Kacapi Sumedang merupakan salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh warga Sumedang untuk melihat pemandangan yang indah serta mengingat kembali sejarah dan cerita di balik asal-usulnya.
Perkembangan Seni Kacapi Di Sumedang
Perkembangan seni kacapi di Sumedang sangat kental dengan budaya Sunda. Kacapi dianggap sebagai salah satu alat musik tradisional yang paling penting dan ikonik di daerah ini.
Kacapi Siter dan Kacapi Parahu adalah dua jenis kacapi yang umum dimainkan dalam seni gamelan Sunda. Selain itu, seni tarawangsa, calung, dan reog juga merupakan bagian dari seni tradisional Sunda yang berkembang di Sumedang.
Seiring waktu, seni kacapi dan seni tradisional lainnya masih terus berkembang dan dipertahankan oleh masyarakat Sumedang dan dapat dijumpai pada berbagai acara adat dan kebudayaan di daerah ini.
Gunung Kacapi, juga dikenal dengan sebutan Gunung Tampomas, merupakan salah satu gunung yang ada di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Gunung ini memiliki nilai sejarah yang tinggi bagi masyarakat setempat. Selain menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Sumedang, Gunung Kacapi juga dianggap sebagai tempat yang sakral dan diyakini memiliki makna dan nilai khusus di dalam kepercayaan masyarakat setempat.