Kujang bukan sekadar senjata berbentuk melengkung, tetapi merupakan karya seni yang estetis.
Dibuat oleh pandai besi dengan berbagai ritual adat, kujang juga dipelihara dengan ritual adat.
Ukiran unik dan indah yang menghiasi kujang menambah nilai seni dari senjata ini.
Sejarah Lain Kujang Senjata Tradisional Khas Jawa Barat
Baca Juga:Peringati HUT ke-78 RI, Plh Wali Kota Bandung Ajak Kibarkan Bendera Mulai 1 AgustusPotensi Seni Ukir di Sumedang, Pernah Menembus Pasar Mancanegara!
Kujang memiliki sejarah yang panjang dan diperkirakan telah ada sejak zaman Tarumanagara di wilayah Jawa Barat.
Meskipun tidak tertulis dalam prasasti, berbagai situs sejarah seperti Batu Kujang di Sukabumi, kompleks candi Batujaya di Karawang, dan relief candi Sukuh di Surakarta menjadi saksi keberadaan Kujang.
Di wilayah Pasundan, Kujang memiliki nilai sakral dan mistis. Pada zaman Kerajaan Pajajaran sekitar tahun 1170, Kujang dirancang oleh para Empu ternama seperti Mpu Windu Sarpo, Mercukunda, dan Ramayadi.
Selain berfungsi sebagai alat ritual, Kujang juga melengkapi nilai-nilai budaya Sunda pada masa itu.
Kujang juga memiliki fungsi sebagai simbol status, penghormatan kepada pemimpin berjasa, dan nilai ajaran.
Ajaran Sunda Wiwitan dan sistem ketatanegaraan turut mempengaruhi bentuk Kujang sebagai representasi pulau Jawa (Ku Jawa Hyang).
Menurut catatan dari ahli okultisme Alexander Lee, Prabu Kudo Lalean menemukan gambar visual tentang Pulau Jawa dan meminta para ahli penerawang untuk mengkajinya.
Baca Juga:Cara Melestarikan Budaya Sunda di Sumedang, Urang Sunda Kedah Terang!Atalia Praratya Apresiasi Kolaborasi Pentahelix dalam Penurunan “Stunting” di Sumedang
Empu Windu Sarpo menghasilkan terawangan berbentuk pulau “Jawa Dwipa” atau Pulau Jawa.
Bentuk Pulau Jawa pada Kujang merupakan filosofi cita-cita Prabu Kudo Lalean untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di Jawa menjadi satu kerajaan yang dipimpin oleh Raja Padjajaran Makukuhan.
Tiga lubang pada Kujang melambangkan Trimurti dalam agama Hindu yang ditaati oleh Kudo Lalean.
Ketika pengaruh Islam tumbuh di pulau Jawa, bentuk Kujang mirip huruf Arab ‘Syin’, yang merupakan huruf pertama dalam kalimat syahadat.
Tiga lubang yang melambangkan ‘Trimurti’ kemudian digantikan oleh lima lubang yang melambangkan lima tiang dalam rukun Islam.