Pada sisi lain ada juga masyarakat yang sejahtera dari sistem ini. Mereka adalah pedagang, baik dari kalangan pribumi atau Tionghoa, yang dalam sekejap menjadi orang kaya baru. Kenaikan pesat kekayaan mereka lantas menimbulkan keheranan bagi para petani yang kian melarat itu. Para petani bingung darimana asal-usul kekayaan mereka.
Perlu diketahui saat itu para petani hidup apa adanya. Menurut Ong Hok Ham dalam Wahyu yang Hilang Negeri Yang Guncang (2019), mereka menganut sistem subsisten. Artinya, bertani sekedar cukup untuk konsumsi sendiri. Jika ada hasil tani lebih, maka akan diberi sebagai upeti atau dijual.
Akibatnya, mereka punya pandangan kalau pemupukan kekayaan adalah proses yang terbuka. Maksudnya, tiap orang harus melewati proses dan usaha jelas yang dapat dilihat oleh mata orang lain. Masalahnya, mereka tidak melihat kerja keras dari orang kaya baru itu. Terlebih mereka tidak dapat membuktikan asal usul kekayaannya jika ditanya para petani. Alhasil timbul rasa iri dan kecemburuan oleh petani ke pedagang karena bisa mendapat harta sebanyak itu.
Baca Juga:Bertema Israel Akhirnya Dunkin’ Donuts Diboikot!Mau Buka Usaha? Yuk Franchise Mie Gacoan Mulai Dari Rp 125 Juta: Dapat Apa Saja?
Terlebih, menurut George Quinn dalam “An Excursion to Java’s Get Rich Quck Tree” (2009)”, para petani selalu beranggapan datangnya kekayaan harus dipertanggungjawabkan. Maka ketika orang kaya gagal mempertanggungjawabkan asal kekayaannya, para petani iri dan menuduh uang itu hasil pencurian.
Karena kental dengan pandangan mistik, para petani memandang pencurian itu berkat kerja sama orang kaya dengan makhluk supranatural dan kasat mata. Salah satunya tuyul. Tuyul adalah sosok mitologi Jawa yang sudah dikenal sejak lama. Bentuknya makhluk halus atau hantu berbadan kecil dan botak yang dapat dipelihara.
Jadi, para petani yang iri selalu menuduh orang kaya baru menggunakan cara haram dalam memperoleh kekayaan. Akibat tuduhan ini, tulis Ong Hok Ham dalam buku lain berjudul Dari Soal Priayi sampai Nyi Blorong (2002), membuat pedagang dan pengusaha sukses kehilangan status di masyarakat. Mereka dianggap “hina” karena memupuk kekayaan dari cara haram yakni bersekutu dengan setan. Padahal ini semua terjadi akibat perubahan kebijakan kolonial Belanda yang membuat pengusaha tertimpa durian runtuh.