sumedangekspres – Warisan Budaya Keraton Ngayogyakarta Secara Turun Temurun
Selain memiliki kemegahan bangunan, Keraton Yogyakarta juga memiliki warisan budaya tak ternilai. Salah satunya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik, dan pusaka (heirloom). Beberapa upacara adat yang terkenal adalah Tumplak Wajik, Garebeg, Sekaten, serta Siraman Pusaka dan Labuhan.
Upacara-upacara ini berasal dari zaman kerajaan dan masih terus dilaksanakan hingga sekarang sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan.
Upacara Tumplak Wajik adalah pembuatan Wajik (makanan khas dari beras ketan dan gula kelapa) yang digunakan dalam pembuatan pareden untuk upacara Garebeg. Dilakukan dua hari sebelum Garebeg Mulud dan Garebeg Besar, upacara ini dihadiri oleh pembesar Keraton dan diiringi oleh musik ansambel lesung-alu dan alat musik kayu lainnya.
Baca Juga:Inilah Penyebab Badan Slalu Lemas, Hindari Dari Sekarang!Tips Mudah Cara Menghilangkan Cegukan Pada Orang Dewasa
Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Mulud, Sawal, dan Besar. Pada hari-hari tersebut, Sultan memberikan sedekah berupa gunungan (pareden) kepada rakyat sebagai ungkapan syukur atas kemakmuran kerajaan. Terdapat berbagai macam gunungan seperti kakung, estri, pawohan, gepak, dharat, dan kutug/bromo, yang memiliki simbolisme dan peruntukannya masing-masing.
Sekaten adalah upacara selama tujuh hari yang awalnya merupakan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Sekaten dimulai dengan penempatan dua perangkat Gamelan Sekati di depan Masjid Gedhe, yang kemudian dibunyikan secara bergantian selama tujuh hari. Pada malam terakhir, Sultan melakukan upacara Udhik-Udhik diikuti dengan mendengarkan pengajian maulid nabi.
Upacara Siraman/Jamasan Pusaka dan Labuhan dilakukan dalam bulan pertama kalender Jawa, Suro. Siraman/Jamasan Pusaka adalah upacara membersihkan dan merawat Pusaka Kerajaan yang dilakukan di beberapa lokasi, termasuk kompleks Kedhaton, Roto Wijayan, Alun-alun, dan pemakaman raja-raja di Imogiri.
Labuhan adalah upacara sedekah yang dilakukan di Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi, di mana benda-benda milik Sultan dilemparkan ke laut atau dihanyutkan di sungai untuk diperebutkan oleh masyarakat.
Semua upacara ini merupakan bagian penting dari kekayaan budaya Keraton Yogyakarta yang patut dilestarikan dan diwariskan ke generasi mendatang.