Sejarah Asal Muasal Sungai Santirah yang kini Menjadi Objek Wisata Masyarakat Lokal dan Non Lokal

Objek Wisata Body Rafting Green Santirah Pangandaran
Objek Wisata Body Rafting Green Santirah Pangandaran
0 Komentar

sumedangekspres – Sejarah Asal Muasal Sungai Santirah yang kini Menjadi Objek Wisata Masyarakat Lokal dan Non Lokal

Nama “Santirah” diambil dari kata “santirah” yang bermakna “air yang turun dari batu”. Nama ini memiliki sejarah yang kaya, berasal dari penari Ronggeng dari Desa Salasari, kampung Karang Mukti Pangandaran yang memiliki bapak bernama Ki Kembar. Dengan demikian, nama “Santirah” tidak hanya memiliki makna yang dalam secara linguistik, tetapi juga membawa sejarah dan kekayaan budaya dari daerah tersebut.

Legenda Nyai Santirah sebagai seorang penari Ronggeng telah menjadi cerita yang terkenal di desa Salasari. Kecantikannya membuatnya menjadi rebutan di antara pemuda-pemuda desa, yang cemburu satu sama lain. Kisah tragis ini mencapai puncaknya ketika Nyai Santirah dibunuh di Air Terjun yang kedua, yang kini dikenal sebagai Gua Pertama.

Baca Juga:Keanekaragaman Fauna dan Wahana Flying Fox di Telaga Warna PuncakKeindahan Telaga Warna Puncak Bogor Jawa Barat

Sejak saat itu, tempat tersebut diabadikan sebagai Santirah atau Surupan Santirah, sebagai penghormatan kepada sosok legendaris tersebut.

Aktivitas body rafting di Green Santirah merupakan pengalaman di permukaan air dengan arus yang bervariasi, mulai dari sedang hingga deras. Meskipun setiap peserta dilengkapi dengan tubing pribadi, namun ini bukan berarti mereka akan bergerak sendiri-sendiri. 

Sebaliknya, aktivitas ini diterjemahkan sebagai kegiatan kelompok atau tim, di mana peserta saling terkait satu sama lain membentuk jalur panjang dengan mengikatkan tubing mereka satu sama lain.

Saat ini, tempat wisata body rafting tersebut dikelola oleh Karang Taruna Desa Salasari, dengan Kang Awang sebagai pengurusnya. Kang Awang mengungkapkan bahwa pengelolaan tempat wisata tersebut sangat didukung oleh partisipasi aktif warga Desa Salasari.

Bahkan, tempat wisata ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi desa, dengan nilai komersial mencapai kurang lebih 50 juta per bulan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran serta komunitas lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata di daerah mereka.(*)

0 Komentar