Puluhan Warga (NU) alumni (UGM) Menyatakan Menolak Pemberian Izin atau Konsesi Kelola Tambang Bagi Ormas

Warga NU dan Alumni UGM Menolak Perizinan Tambang Konsesi Ormas
Puluhan warga Nahdlatul Ulama (NU) alias Nahdliyin alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan menolak pemberian izin atau konsesi kelola tambang bagi organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan
0 Komentar

Ekstraksi batubara di Indonesia berkelindan dengan korupsi. Dalam dua puluh tahun belakangan, sederet pejabat publik terjerat kasus korupsi terkait tambang batubara. Inisiatif memperbaiki ekstraksi alam sering gagal; secara teknik-manajerial karena suap oleh para penambang kepada pejabat pemerintah mempersulit penegakan peraturan. Secara lebih substantif, karena dalam ekstraksi alam seperti batubara menubuh, membentuk dan dibentuk oleh kapitalisme.

Heru cs menyebut, kebijakan pemerintah melibatkan organisasi keagamaan dalam ekstraksi batubara adalah jalan menggeser ormas ke kelompok kapitalis, menempatkannya di sisi yang mengeksploitasi manusia lain dan menjarah alam atau Bumi.

Padahal, di sisi lain NU telah mengeluarkan beberapa keputusan terkait tambang dan energi. Seperti pada Muktamar NU ke-33 di Jombang 2015 yang menyerukan moratorium semua izin tambang. Kemudian, Bahtsul Masail LAKPESDAM-PBNU dan LBM-PBNU pada 2017 dengan hasil dorongan bagi pemerintah untuk memprioritaskan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan mengurangi penggunaan energi fosil untuk mencegah kerusakan lingkungan.

Baca Juga:Inilah Cara Memindahkan M-Banking BCA ke HP Baru Tanpa RibetOknum Petugas Dishub Jakarta yang Viral Pungli Sopir Pick-Up

Lalu, Muktamar NU ke-34 di Lampung pada 2021 juga telah merekomendasikan bahwa pemerintah perlu menghentikan pembangunan PLTU batubara baru mulai 2022 dan penghentian produksi mulai 2022 serta early retirement/phase-out PLTU batubara pada 2040 untuk mempercepat transisi ke energi yang berkeadilan, demokratis,bersih, dan murah.

Putusan, seruan, dan rekomendasi NU ini seharusnya menjadi pedoman bagi pengurus PBNU sekarang dan ke depan dalam menjalankan roda organisasi.

Dalih bahwa menerima konsesi tambang adalah kebutuhan finansial untuk menghidupi roda organisasi harus dibuang jauh-jauh karena itu justru menunjukkan ketidakmampuan pengurus dalam mengelola potensi NU.

“PBNU perlu menyadari dengan penuh empati bahwa dampak kerusakan akibat tambang paling banyak dirasakan oleh petani, peladang, dan nelayan yang kebanyakan adalah warga nahdliyin,” imbuhnya.

Wasingatu Zakiyah dari Caksana Institute yang juga tergabung dalam warga NU alumni UGM penolak izin tambang sementara menyoroti PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral danBatubara.

Ia menyebut Pasal 83A pada Pasal 83A PP Nomor 25

Lalu, ia juga menyoroti Pasal 195B Ayat (2), di mana pemerintah dapat memberikan perpanjangan bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak/Perjanjian selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) tahun.

0 Komentar