sumedangekspres – Kontroversi Sistem Zonasi PPDB dan Tantangan Kecurangannya di Kota Tasikmalaya.
Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Tasikmalaya menjadi sorotan karena dianggap tidak efektif dalam menjaga keadilan pendidikan. Setiap tahun, polemik seputar zonasi ini terus muncul, disertai dengan dugaan praktik kecurangan yang merugikan sebagian masyarakat.
Asep Rizal Asyari, seorang pegiat pendidikan dan aktivis, mengkritik keras sistem zonasi PPDB yang dianggapnya cacat. Menurutnya, di Kota Tasikmalaya, tidak semua kecamatan dilengkapi dengan sekolah negeri, seperti di Bungursari dan Cibeureum yang tidak memiliki SMA atau SMK negeri. Hal ini mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat setempat untuk memasukkan anak-anak mereka ke sekolah negeri karena tidak memenuhi kriteria zonasi yang berlaku.
Baca Juga:Petugas Damkar Tasikmalaya Batal Geruduk Bale KotaDrama Evakuasi Lansia Tak Sadar di Pohon Kelapa Tasikmalaya
Kritik juga ditujukan kepada pemerintah setempat dan legislator yang dinilai tidak responsif terhadap masalah ini. Asep menekankan perlunya evaluasi mendalam terhadap sistem zonasi yang dinilai tidak adil ini. “Para pejabat dan dewan perlu turun ke lapangan untuk melihat sendiri permasalahan yang dialami masyarakat,” ujarnya.
Meskipun kewenangan terkait PPDB sebagian besar ada di tangan pemerintah provinsi, Asep meminta Pemerintah Kota Tasikmalaya untuk turut bertanggung jawab atas dampak buruk sistem zonasi terhadap pendidikan anak-anak Kota Tasikmalaya. “Ini adalah tanggung jawab kita semua untuk mencari solusi yang lebih adil,” tambahnya.
Selain itu, Asep juga menyoroti keberhasilan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang tidak menerapkan sistem zonasi dan berhasil menjalankan penerimaan siswa secara efektif. “Lihat saja, MAN yang tidak menerapkan zonasi bisa berjalan dengan baik. Mengapa kita masih memaksakan sistem zonasi yang jelas-jelas tidak berpihak kepada masyarakat?” tanyanya.
Persoalan lain yang muncul adalah adanya dugaan kecurangan dalam penerapan sistem zonasi. Ketua RW di Kelurahan Kahuripan, Asep WK, mengungkapkan bahwa fenomena numpang Kartu Keluarga (KK) untuk memanipulasi titik koordinat rumah demi masuk zonasi sekolah telah terjadi sebelumnya. Meskipun aturan tersebut telah diperbarui, praktik tersebut masih menyisakan keraguan.
“Sekarang memang sudah dilarang, tetapi kita tetap harus waspada karena ada indikasi manipulasi dalam menentukan radius zonasi,” ungkapnya. Contohnya, jarak maksimal zonasi untuk SMAN 1 Tasikmalaya yang semula 800 meter, kini dipangkas menjadi 700 meter, meskipun tidak ada numpang KK. “Ini sungguh tidak masuk akal dan menimbulkan kecurigaan akan adanya manipulasi dalam PPDB,” tegasnya.