sumedangekspres – Dalam konteks karawitan Sunda, tangga nada yang digunakan memang pentatonik, yang berarti terdiri dari lima nada pokok. Nada-nada ini memiliki lambang notasi dalam sistem karawitan Sunda yang disebut dengan “daminatila”. Sistem notasi ini memungkinkan para pemain musik untuk memahami dan memainkan melodi-melodi tradisional dengan tepat.
Secara spesifik, “daminatila” merupakan singkatan dari nama-nama dari lima nada pokok dalam tangga nada pentatonik karawitan Sunda, yaitu:
Dalam konteks karawitan Sunda, kita dapat menguraikan informasi yang diberikan sebagai berikut:
Baca Juga:Sejarah Karawitan Seni Musik Tradisional yang Berasal dan Berkembang di Daerah SundaBentuk Sajian Musik dalam Upacara Adat Sunda Mapag Pengantin
1. Nada Relatif: Angka 1 5 4 3 2 1 yang disebut sebagai nada relatif mengacu pada urutan nada dalam tangga nada pentatonik karawitan Sunda. Nada-nada ini dalam urutan dari atas ke bawah adalah: – 1 = T (Tugu) = da – 5 = S (Singgul) = la – 4 = G (Galimer) = ti – 3 = P (Panelu) = na – 2 = L (Loloran) = mi – 1 = T (Tugu) = da Jadi, urutan nada relatifnya adalah: da la ti na mi da.
2. Nada Mutlak (Notasi Buhun): Huruf T S G P L T yang disebut sebagai nada mutlak (notasi buhun) adalah lambang-lambang untuk nada-nada pokok dalam karawitan Sunda. Nada-nada ini dijelaskan sebagai: – T = Tugu = da – S = Singgul = la – G = Galimer = ti – P = Panelu = na – L = Loloran = mi – T = Tugu = da Jadi, notasi buhun untuk nada pokoknya adalah: da la ti na mi da.
3. Notasi “da la ti na mi da”: Ini adalah cara membaca atau melambangkan urutan nada dalam tangga pentatonik karawitan Sunda, baik sebagai nada relatif maupun notasi buhun.
4. Nada Sisipan (Nada Uparenggaswara): Selain dari lima nada pokok, karawitan Sunda juga menggunakan nada sisipan atau hiasan yang disebut nada uparenggaswara. Contoh-contoh dari nada uparenggaswara ini adalah: – Nada pamiring atau nada meu (2+) – Nada Bungur atau nada ni (3-) – Nada pananggis atau nada teu (4+) – Nada sorog atau nada leu (5+)