sumedangekspres – Nagarakretagama dan Pararaton adalah dua referensi penting dalam sejarah kerajaan kuno. Kedua naskah ini membahas dua kerajaan yang berbeda.
Nagarakretagama konon ditulis oleh Mpu Prapanca, sementara penulis Pararaton belum diketahui secara pasti.
Naskah kuno ini ditemukan di beberapa lokasi di Pulau Bali, yaitu Amlapura, Karangasem, Geria Pidada di Klungkung, dan Geria Carik Sideman. Penemuan empat naskah Nagarakretagama ini menunjukkan peningkatan kepopuleran teks tersebut dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Baca Juga:Gigi komodo Varanus komodoensis yang Unik, Berkat Lapisan Zat Besi yang Memelihara Ketajaman GigiSerbu kode redeem FF (Free Fire) hari ini, Senin, 29 Juli 2024!
Setelah diketahui bahwa naskah-naskah tersebut ada di tangan masyarakat biasa dan tidak hanya di puri, hal ini menunjukkan bahwa Nagarakretagama memang dikenal di masyarakat Bali kuno. Dalam naskah Amlapura, yang dimiliki seorang guru, tertulis pada halaman pertama wawacan Jawa.
Isi naskah tersebut berkaitan dengan sejarah Jawa, khususnya Majapahit. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika naskah Nagarakretagama dikenal oleh penggubah Pararaton, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara umum, uraian Nagarakretagama tentang Singasari dan Majapahit dari tahun 1222 hingga 1365 sejajar dengan uraian Pararaton. Namun, uraian Pararaton lebih luas berkat tambahan dari sumber lain. Uraian Nagarakretagama Pupuh XL mengenai Raja Rajasa menjadi inti cerita Pararaton tentang Ken Arok, dari kelahirannya hingga pencandian di Kegenengan pada tahun 1227. Uraian Pararaton memperluas cerita Ken Arok dengan detail tambahan. Pupuh XL Nagarakretagama mencakup empat hal: tempat Raja Rajasa mendirikan kerajaannya di sebelah timur Gunung Kawi, pemberontakan Raja Rajasa terhadap Raja Kertajaya di Kediri pada tahun 1222 yang berakhir dengan kemenangan Tumapel.
Selanjutnya, uraian mengenai percandian Raja Rajasa di Kagenengan pada tahun 1227 dan status Raja Rajasa sebagai leluhur raja-raja Singasari dan Majapahit. Uraian Pupuh XL yang terdiri dari lima bait atau dua puluh baris diperluas dalam Pararaton menjadi enam belas halaman dengan judul Katuturanira Ken Arok.
Setelah itu, Pararaton membahas raja-raja Singasari dan Majapahit dari Anusapati pada tahun 1227 hingga Sang Mokta ri kadaton pada tahun saka 1400 atau sekitar 1478 Masehi. Secara umum, uraian Pararaton tentang Raja Rajasa Sang Amurwabhumi sejajar dengan uraian Nagarakretagama Pupuh XL hingga XLIX, dengan tambahan fakta sejarah yang masih beredar dalam masyarakat. Fakta sejarah ini tetap dapat diketahui meskipun terbatas. Pada akhir uraian mengenai raja-raja, biasanya dicantumkan tarikh kemangkatan dan candi makam, mirip dengan yang dilakukan penggubah Nagarakretagama.