sumedangekspres – PHK Massal 15 Ribu Pekerja Pabrik Tekstil, Sebagian di Bandung.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terus melanda sektor industri di Indonesia, termasuk di Kota Bandung.
Berdasarkan informasi dari Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, PHK massal ini diprediksi akan terus berlanjut hingga Agustus 2024.
Salah satu pabrik tekstil di Bandung diperkirakan akan melakukan PHK massal terhadap sekitar 500 pekerja pada bulan depan.
Baca Juga:Gelombang PHK Massal di Pabrik Tekstil Indonesia Akan Terus Terjadi, Kenapa?Kontroversi Putusan Bebas Ronald Tannur: Keluarga Korban Laporkan Hakim PN Surabaya ke Komisi Yudisial
Menurut Ristadi, kabar ini akan menambah daftar panjang pabrik-pabrik tekstil di Indonesia yang melakukan PHK sepanjang tahun 2024.
Pada bulan Juni 2024, sudah ada empat perusahaan di Jawa Tengah yang melakukan PHK massal akibat kebangkrutan dan efisiensi perusahaan.
Dengan tambahan satu pabrik di Bandung, totalnya sejak Juni 2024 ada lima perusahaan yang telah dan akan melakukan PHK massal.
Perusahaan-perusahaan ini bergerak dalam industri kain yang memiliki pasar ekspor dan lokal.
Data dari KSPN menunjukkan bahwa sejak awal tahun 2024, sudah ada enam perusahaan tekstil yang terpaksa tutup, menyebabkan sekitar 11 ribu orang kehilangan pekerjaan.
Selain itu, ada empat pabrik yang merumahkan 2.800 karyawan.
Total pekerja pabrik tekstil yang telah di-PHK sepanjang tahun 2024 mencapai 14.500 orang.
Dengan tambahan dari pabrik di Bandung, angka ini diperkirakan akan bertambah menjadi 15.000 pekerja.
Baca Juga:Sekretaris KPU Sorong Selatan Terjerat Kasus Narkoba: Detil dan Penanganan TerbaruLirik dan Makna Lagu "Bunga Abadi" – Rio Clapy, Lagu Viral di Tiktok: Oh Ku menembus ruang dan waktu
Ristadi memprediksi bahwa gelombang PHK massal ini akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2024.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa masih ada investasi baru di sektor tekstil, meskipun jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah pabrik yang tutup.
Salah satu penyebab utama dari situasi ini adalah banyaknya impor tekstil, baik legal maupun ilegal.
Pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) untuk mengawasi impor ilegal, namun Ristadi merasa pesimis bahwa Satgas ini bisa menekan impor ilegal secara efektif.
Ia berpendapat bahwa gelombang PHK di pabrik tekstil Indonesia kemungkinan besar akan terus berlanjut akibat dari banyaknya barang impor yang membanjiri pasar domestik.
Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mengawasi dan mengurangi impor ilegal, tantangan yang dihadapi oleh industri tekstil dalam negeri tetap besar.
Banyak pabrik yang kesulitan bersaing dengan barang-barang impor yang harganya lebih murah.