Kondisi ini diperparah dengan preferensi konsumen Indonesia yang lebih memilih produk impor karena dianggap lebih terjangkau.
Selain itu, tingginya biaya produksi di pabrik tekstil lokal membuat banyak perusahaan memilih untuk menjadi importir atau distributor barang impor daripada tetap memproduksi barang sendiri.
Hal ini dianggap lebih menguntungkan daripada menghadapi persaingan yang ketat di pasar domestik.
Baca Juga:Gelombang PHK Massal di Pabrik Tekstil Indonesia Akan Terus Terjadi, Kenapa?Kontroversi Putusan Bebas Ronald Tannur: Keluarga Korban Laporkan Hakim PN Surabaya ke Komisi Yudisial
Ristadi juga menyoroti bahwa berbagai perjanjian perdagangan yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya dengan negara-negara besar seperti China, turut berkontribusi pada maraknya barang impor yang masuk ke Indonesia.
Dampak dari perjanjian perdagangan global ini tidak dapat dihindari, dan jika Indonesia mencoba membatasi impor, maka negara-negara yang impornya dibatasi kemungkinan akan melakukan tindakan balasan.
Di sisi lain, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) juga memberikan pandangannya terkait situasi ini.
Menurut Zulhas, maraknya barang impor yang masuk ke Indonesia adalah akibat dari peningkatan hambatan perdagangan antar negara di dunia.
Ia menambahkan bahwa tensi geopolitik yang tinggi, seperti hambatan ekspor barang dari China ke negara-negara barat, turut berkontribusi pada fenomena ini.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36/2023 dalam rapat terbatas.
Permendag ini diharapkan dapat memberikan hambatan terhadap barang impor yang masuk ke Indonesia dan membantu mengurangi dampak negatif yang dirasakan oleh industri tekstil dalam negeri.
Baca Juga:Sekretaris KPU Sorong Selatan Terjerat Kasus Narkoba: Detil dan Penanganan TerbaruLirik dan Makna Lagu "Bunga Abadi" – Rio Clapy, Lagu Viral di Tiktok: Oh Ku menembus ruang dan waktu
Secara keseluruhan, gelombang PHK massal di industri tekstil Indonesia dipicu oleh beberapa faktor utama.
Pertama, banyaknya barang impor, baik legal maupun ilegal, yang membanjiri pasar domestik.
Kedua, tingginya biaya produksi yang membuat banyak pabrik kesulitan bersaing dengan barang impor.
Ketiga, preferensi konsumen yang lebih memilih produk impor karena harganya lebih murah.
Dan keempat, berbagai perjanjian perdagangan global yang memberikan dampak negatif pada industri tekstil dalam negeri.
Meskipun sudah ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini, banyak pihak masih merasa pesimis bahwa langkah-langkah ini akan cukup efektif untuk menghentikan gelombang PHK massal di industri tekstil.
Namun demikian, harapan tetap ada bahwa pemerintah akan terus berupaya mencari solusi terbaik demi keberlangsungan industri tekstil dalam negeri dan kesejahteraan para pekerja.