Sekelumit Pejuang Wanita Cut Nyak Dien di Sumedang

PAPARKAN: Juru kunci makam Gunung Puyuh Asep Gusnandar saat memaparkan sejarah Cut Nyak Dien di Sumedang, Rabu
PAPARKAN: Juru kunci makam Gunung Puyuh Asep Gusnandar saat memaparkan sejarah Cut Nyak Dien di Sumedang, Rabu (7/8).
0 Komentar

sumedangekspres, KOTA – Sekelumit sejarah pahlawan nasional wanita Cut Nyak Dien di Kabupaten Sumedang. Pemaparan disampaikan langsung oleh Juru Kunci sekaligus Pengelola dan Penanggung Jawab di Makam Gunung Puyuh Asep Gusnandar, yang juga merawat dan mengelola makam Cut Nyak Dien. 

“Awal mula Cut Nyak Dien ini, ketika Belanda menyerahkan kepada Bupati Sumedang, Eyang Soeriaatmadja atau Eyang Mekkah, kemudian karena bupati melihat komunikasi Cut Nyak Dien ini hanya bisa berbahasa Aceh dan bahasa Arab, maka dipanggil lah tokoh ulama yang bisa mengerti bahasa Cut Nyak Dien ini,” ujarnya kepada Sumeks, Rabu (7/8). 

Tokoh Ulama yang dipanggil tersebut adalah Kyai Haji Sanoesi, kemudian dibawalah ke rumahnya bersama pengawal lain untuk tinggal bersama di rumahnya. Setibanya dirumah K H Sanoesi, lalu disampaikanlah cerita tentang suami dari Cut Nyak Dien yaitu Teuku Umar, Cut Nyak Dien menyebutkan, walaupun sudah meninggal (suaminya-red) tapi masih tetap dicari oleh Belanda. 

Baca Juga:Ajuan Perbaikan Jalan Perbatasan Desa Margamukti Tak Kunjung TerwujudDPD ASPAI Sumedang Sasar Petani Anggur Milenial

“Nah ketakutan dari keluarga KH Sanoesi ini, adalah dicarinya lagi Cut Nyak Dien maka namanya pun dipanggil Ibu Ratu”, tuturnya. 

Asep menyebutkan, diganti menjadi Ibu Ratu karena menurutnya dia adalah seorang pimpinan perang golongan darah biru, sehingga KH Sanoesi memberikan panggilan untuk perempuan tertinggi di Pulau Jawa. 

Selain itu ia juga menyampaikan, bahwa jangankan orang yang jauh, tetangga terdekatnya saja tidak mengetahui keberadaan Cut Nyak Dien, mereka hanya menganggap Cut Nyak Dien adalah keluarga besar dari KH Sanoesi. 

“Siti Khodijah adalah istri dari K.H Sanoesi, waktu semakin berjalan dan Cut Nyak Dien pun semakin bertambah usia, penglihatan nya sudah tidak bisa dipakai, keadaan fisik yang sudah mulai renta, sehingga dirawat oleh Siti Khodijah,” tuturnya. 

Meskipun demikian, Cut Nyak Dien tidak mengenal lelah, dia tetap bisa mengajar kepada masyarakat di Kabupaten Sumedang kala itu. Pada tahun 1907 KH Sanoesi meninggal, tidak lama kemudian Cut Nyak Dien juga meningga. Lalu keluarga KH Sanoesi berunding untuk pemakaman Cut Nyak Dien. 

0 Komentar