Gempa Megathrust Ancam Sumedang, BMKG Siapkan Mitigasi 

SEBARAN: Sejumlah alat pendeteksi gempa dan tsunami milik BMKG dipasang serta aktif yang tersebar di wilayah P
ISTIMEWA, SEBARAN: Sejumlah alat pendeteksi gempa dan tsunami milik BMKG dipasang serta aktif yang tersebar di wilayah Provinsi Jawa Barat.
0 Komentar

sumedangekspres, JATINANGOR – Mengantisipasi potensi bencana alam, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) semakin memperkuat upaya mitigasi bencana, khususnya terkait isu yang berkembang tentang kemungkinan terjadinya gempa besar di kawasan Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.

Diketahui, potensi bencana gempa besar tersebut, dapat mengancam wilayah Provinsi Jawa Barat termasuk daerah Kabupaten Sumedang. Dalam hal ini, BMKG melalui Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami, Daryono, memberikan penjelasan penting melalui Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung, Teguh Rahayu.

Saat dihubungi di Jatinangor, Rabu (21/8), Teguh menegaskan, bahwa informasi yang beredar mengenai potensi gempa Megathrust bukanlah suatu prediksi atau peringatan dini. Ia menekankan agar masyarakat tidak salah memahami kabar tersebut seolah gempa tersebut akan terjadi dalam waktu dekat.

Baca Juga:PKS Sumedang Tegaskan Tetap Usung Calon Bersama Partai KoalisiPutusan MK, Ogi Tunggu Arahan KPU Pusat

Lebih lanjut, Teguh menjelaskan bahwa hingga saat ini, belum ada teknologi atau ilmu pengetahuan yang mampu memprediksi secara tepat kapan dan di mana gempa akan terjadi serta seberapa kuat gempa tersebut. Hal itu, menurutnya, menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa meskipun ada potensi, namun waktu terjadinya tidak bisa dipastikan.

“BMKG berperan dalam mengingatkan masyarakat akan adanya zona Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap). Zona tersebut telah lama menjadi perhatian karena diduga menyimpan energi gempa signifikan yang dapat dilepaskan sewaktu-waktu,” katanya.

Ia menilai bahwa Indonesia untuk waspada terhadap potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Ia juga menyoroti sejarah gempa besar di Selat Sunda terakhir terjadi pada 1757, dan di Mentawai-Siberut pada 1797.

Dengan memperhatikan usia seismic gap, Teguh menegaskan bahwa Indonesia harus lebih serius dalam menyiapkan langkah-langkah mitigasi bencana. Termasuk menjaga performa alat-alat BMKG seperti sensor, WRS NG, dan sirine melalui pemeliharaan preventif yang rutin.

“Mitigasi bencana harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Dengan peralatan yang terjaga dan pemahaman masyarakat yang baik, diharapkan dampak bencana dapat diminimalkan,” tutupnya. (kos)

0 Komentar