Namun, sikap Presiden Jokowi dalam pernyataan ini memicu kritik dari berbagai pihak yang melihatnya sebagai bentuk penghindaran keterlibatan langsung dalam polemik revisi Undang-Undang Pilkada. Penolakan Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk mengikuti Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum dan penghormatan terhadap lembaga yudikatif.
Putusan MK yang menetapkan bahwa usia minimum calon kepala daerah harus dihitung saat penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah keputusan final dan mengikat. Namun, keputusan Baleg DPR yang mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA), yang menghitung usia minimal calon sejak tanggal pelantikan, menimbulkan kecurigaan adanya kepentingan politik tertentu.
Banyak pihak menilai bahwa pernyataan Presiden Jokowi tentang “menghormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara” merupakan upaya untuk menghindari tanggung jawab. Kritik muncul bahwa presiden seharusnya mengambil sikap tegas dalam menjaga supremasi hukum, terutama ketika keputusan lembaga yudikatif seperti MK dipertaruhkan. Sikap pasif pemerintah dianggap sebagai sinyal dukungan terhadap upaya-upaya yang melemahkan keputusan final MK.
Baca Juga:Rekomendasi Film Netflix Terbaik yang Wajib Kamu TontonSeorang Atlet dari Korea Utara Menghadapi Hukuman Setelah Mengambil Selfie Dengan Atlet Korea Selatan
Di balik pernyataan yang terkesan netral ini, banyak yang menilai bahwa ada kepentingan politik yang lebih besar yang sedang dimainkan. Perdebatan mengenai syarat usia pencalonan dalam Pilkada seolah menjadi ajang pertarungan kekuasaan antara lembaga yudikatif dan legislatif, di mana DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) tampak mengesampingkan putusan MK.
Kepentingan Kaesang Pangarep di Balik Putusan
Keputusan Baleg DPR untuk menolak putusan MK dianggap memberikan keuntungan langsung bagi pihak-pihak tertentu, salah satunya adalah putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Kaesang, yang mulai disebut-sebut akan maju dalam Pilkada 2024, tidak memenuhi syarat jika mengikuti putusan MK, karena usianya 29 tahun saat penetapan calon oleh KPU pada September 2024. Namun, jika mengikuti putusan MA, yang menghitung usia minimal sejak tanggal pelantikan pada 2025, Kaesang dapat memenuhi syarat untuk maju dalam kontestasi tersebut.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan bahwa keputusan DPR untuk menolak putusan MK didorong oleh kepentingan politik tertentu, bukan kepentingan umum. Fraksi PDI-P, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Putra Nababan dan Arteria Dahlan, menegaskan ketidaksetujuan terhadap keputusan Baleg DPR dan menegaskan bahwa putusan MK tidak boleh dianulir karena sifatnya yang final dan mengikat. Namun, mayoritas fraksi di DPR memilih mengikuti putusan MA, meskipun secara hierarki, putusan MK seharusnya lebih tinggi.