Dirdik ITB memandang kerja paruh waktu ini sebagai bentuk kontribusi, bukan eksploitasi, meskipun tidak akan ada upah atau surat perjanjian kerja. Mereka juga membandingkan kebijakan ini dengan National University of Singapore (NUS), di mana keringanan UKT dianggap sebagai “hadiah” dan mahasiswa diminta untuk memberikan kontribusi sebagai tanda kesetaraan.
Fidela juga menyoroti bahwa kebijakan di NUS mencakup biaya kuliah dan tempat tinggal, sementara di ITB hanya menyesuaikan golongan UKT berdasarkan verifikasi ekonomi, yang sebenarnya merupakan hak mahasiswa sesuai dengan peraturan. Oleh karena itu, mereka menuntut agar ITB memberikan keringanan UKT tanpa syarat imbalan.
Pekerjaan paruh waktu yang dilakukan oleh mahasiswa harus bersifat sukarela, tanpa paksaan, dan tidak berdampak pada hak pengurangan UKT.
Baca Juga:Polisi Minta Masyarakat Hentikan Sebar Vidio Asusila Oknum Guru dan Muridnya yang Masih ViralTingkatan dan Level Kekuatan Kuntilanak Berdasarkan Warna Pakaian Mereka
Artikel ini telah terbit di Disway dengan judul Mahasiswa Penerima Beasiswa ITB Wajib Kerja Paruh Waktu Tanpa Dibayar Tuai Polemik, Ini Faktanya