sumedangekspres, KOTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumedang bekerja sama dengan organisasi kepemudaan PC Gerakan Pemuda (GP) Ansor untuk sosialisasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat serta Bupati dan Wakil Bupati Sumedang 2024. Kegiatan tersebut melibatkan anggota GP Ansor, Banser, serta IPNU-IPPNU di PPS, baru-baru ini.
Ketua KPU Sumedang, Ogi Ahmad Fauzi, menjelaskan, sosialisasi pilkada 2024 ini melibatkan para pemuda, sebagian besar dari kalangan santri pondok pesantren. Materi sosialisasi disampaikan oleh Ogi bersama narasumber lainnya dari Bakesbangpol, Bawaslu, dan para akademisi.
“Peserta yang hadir merupakan pelajar dari kader muda NU, banyak di antaranya yang masih menetap di pesantren. Sebagian dari mereka juga menjadi objek sosialisasi yang kami lakukan,” ujar Ogi.
Baca Juga:Survey 80 Persen, Paslon Dony-Fajar Optimis Menang Pilkada 2024Inilah, Cara Anak Muda Desa Pasirnanjung Lestarikan Budaya
Materi sosialisasi mencakup informasi seputar pilkada serentak 2024, termasuk larangan-larangan yang harus dihindari selama tahapan kampanye, baik oleh pasangan calon, tim sukses, maupun masyarakat sebagai pemilih. Ogi mengingatkan bahwa pelaksanaan pilkada 2024 dijadwalkan pada tanggal 27 November 2024, dan semua yang berusia 17 tahun atau memiliki KTP Sumedang maupun KTP Jawa Barat berhak untuk memilih.
Ogi juga menekankan, tempat ibadah dilarang digunakan untuk kampanye.
“Kami menghimbau agar rumah ibadah tidak ditempel stiker, kalender, atau bahan kampanye lainnya. Pemasangan alat peraga kampanye (APK) dan bahan lama tidak diperkenankan di sarana pendidikan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ogi menyampaikan apresiasi atas antusiasme peserta yang cukup banyak dan komunikatif. Ia berharap, melalui sosialisasi ini, peserta tidak hanya menyerap informasi tetapi juga dapat menyampaikan kembali kepada komunitas mereka masing-masing.
“Kami berharap target angka partisipasi pemilih sebesar 83 persen dapat tercapai, dan secara kualitas pemilih kita menjadi lebih berkualitas. Peserta diharapkan mampu membedakan tempat yang digunakan untuk kampanye serta memahami metode yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dengan demikian, ketika mereka kembali ke sekolah, pesantren, atau madrasah, mereka dapat menjadi subjek sosialisasi bagi yang lainnya,” jelas Ogi. (red)