Wanita Korban KDRT Kabur ke Sumedang Mencari Perlindungan

Wanita Korban KDRT Kabur ke Sumedang Mencari Perlindungan
Wanita Korban KDRT Kabur ke Sumedang Mencari Perlindungan (ist)
0 Komentar

sumedangekspres – Wanita Korban KDRT Kabur ke Sumedang Mencari Perlindungan.

Seorang wanita berinisial RAF (28) melaporkan suaminya, PWA (33), terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 9 November 2024, di kediaman orangtua PWA di Kelurahan Bintara Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi.

RAF mengaku menderita luka lebam pada lehernya akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.

Baca Juga:Sesak Napas, Pendaki Gunung Tampomas Dievakuasi BPBD Sumedang, Ini KondisinyaDaftar Harga di Pasar Sumedang: Harga Cabai Turun, Komoditas Lain Stabil di Pekan Ketiga November

“Leher kanan saya lebam. Rasanya sakit ketika ditekan dan ada benjolan. Bahkan saat menelan, terasa sakit,” ujar RAF, yang diwawancarai pada Selasa, 12 November 2024.

Setelah mengalami kekerasan tersebut, RAF memutuskan untuk melaporkan suaminya ke Polres Metro Bekasi Kota.

Laporan yang dibuat tercatat dengan nomor LP/B/2.010/XI/2024/SPK.SAT RESKRIM/POLRES METRO BEKASI KOTA/PMJ.

RAF juga langsung menjalani pemeriksaan medis untuk mendapatkan visum.

Usai visum, dia memutuskan untuk meninggalkan suaminya.

Dengan membawa anak mereka, RAF pergi menuju Sumedang, Jawa Barat, tanpa memberi tahu suami atau keluarga besarnya.

“Saya pergi begitu saja, langsung bawa anak saya ke Sumedang tanpa izin ke siapapun, termasuk ke suami saya,” terang RAF.

Peristiwa kekerasan ini bermula pada Jumat, 8 November 2024, ketika PWA meminta RAF untuk menemuinya di tempat kerja di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Setelah selesai bekerja, PWA mengajak RAF untuk bertemu dengan teman-temannya dan menikmati waktu bersama.

Baca Juga:3 Kecamatan di Sumedang ini Rawan Longsor, Masuk Musim Penghujan Harus Waspada!Pemkab Sumedang Buka Pendaftaran PPPK Tahap 2, Tandai Tanggalnya!

Namun, saat kembali ke rumah, RAF mendapati anak mereka yang masih berusia satu tahun tiga bulan terbangun.

RAF lalu meminta suaminya untuk menjaga anak mereka, namun PWA tampak acuh dan tidak memberikan perhatian.

Ketika RAF mencoba berbicara mengenai ketidaknyamanan hati karena suaminya kurang memperhatikan anak, PWA malah marah.

“Setelah saya ajak bicara, dia tidak merespon. Saya coba tarik dagunya supaya dia fokus, tetapi dia malah langsung menyekap leher saya,” jelas RAF.

RAF merasa sangat terguncang oleh reaksi suaminya dan merasa tidak ada lagi toleransi.

“Ini sudah berlebihan. Saya tidak bisa tahan lagi,” kata RAF dengan tegas.

0 Komentar