sumedangekspres – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Sumedang menuntut hukuman maksimal terhadap tiga terdakwa kasus penyalahgunaan psikotropika, yaitu RS, H, dan RN. Saat ini, kasus tersebut telah memasuki tahap sidang putusan di Pengadilan Negeri Sumedang.
Kasi Pidana Umum Kejari Sumedang, R. Evan Adhi Wicaksana, SH., MH., mengungkapkan bahwa ketiga terdakwa sering kali memberikan keterangan yang berbelit-belit selama persidangan.
“Ketiga terdakwa selalu berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan,” ujarnya.
Evan juga menambahkan bahwa para terdakwa mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) selama proses persidangan berlangsung. Padahal, menurutnya, terdapat bukti kuat berupa percakapan melalui chat messenger yang menunjukkan keterlibatan terdakwa H dalam penjualan obat psikotropika.
Baca Juga:Rumah Semi Permanen di Cimanggung Hangus Terbakar, Kerugian Capai Puluhan JutaLeasing Diduga Ancam Konsumen, AMX Geruduk Kantor Finance di Sumedang
“Ada bukti chat messenger terdakwa H, dimana terdakwa H ini senyatanya telah lama dan berulang kali menjual obat psikotropika di wilayah Kabupaten Sumedang,” ungkap Evan kepada Inisumedang pada Sabtu, 4 Januari 2025.
Selain itu, lanjut Evan, ditemukan pula bukti transfer uang dari terdakwa H kepada istri terdakwa RN yang dilakukan berulang kali. Berdasarkan fakta persidangan, transfer tersebut diduga merupakan transaksi jual beli obat psikotropika.
“Diketahui terdakwa RN secara melawan hukum menyuplai obat psikotropika kepada terdakwa H, untuk selanjutnya dijual di wilayah Kabupaten Sumedang,” tambahnya.
Evan menjelaskan bahwa pada ponsel milik terdakwa RN ditemukan banyak bukti percakapan dan transfer uang yang terkait dengan transaksi obat-obatan psikotropika. Ia menegaskan bahwa terdakwa RN tidak memiliki keahlian atau kewenangan untuk menjual obat-obatan tersebut.
“Berdasarkan Pasal 183 jo. Pasal 184 KUHAP, sudah memenuhi lebih dari 2 (dua) alat bukti untuk menyatakan bahwa terdakwa RN bersama-sama terdakwa H dan RS bersalah melakukan tindak pidana psikotropika, sebagaimana diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,” jelas Evan.
Atas dasar itu, JPU menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman penjara masing-masing selama lima tahun serta denda sebesar Rp100 juta.
“JPU menilai bahwa ketiga terdakwa sudah berulang kali tanpa hak mengedarkan obat psikotropika dan ketiga terdakwa dinilai tidak memiliki rasa penyesalan dalam dirinya, mengingat ketiga terdakwa sangat berbelit-belit dan berbohong dalam memberikan keterangan di persidangan,” tegasnya.