Larangan Study Tour, Pelaku Industri Wisata di Sumedang Terpukul

TERDAMPAK: Pemerintah Kabupaten Sumedang saat acara HUT Asosiasi Pengusaha Perjalanan Wisata (ASITA), beberapa
ISTIMEWA, TERDAMPAK: Pemerintah Kabupaten Sumedang saat acara HUT Asosiasi Pengusaha Perjalanan Wisata (ASITA), beberapa waktu lalu.
0 Komentar

sumedangekspres, CIMANGGUNG – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang melarang sekolah melaksanakan study tour menuai reaksi beragam. Bukan hanya orang tua siswa yang menanggapi kebijakan tersebut, tetapi juga para pelaku industri pariwisata yang merasa terancam keberlangsungan usahanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Perjalanan Wisata (ASITA) DPC Sumedang, Iyan Sofyan Hady, mengungkapkan, study tour tidak bisa disamakan dengan sekadar piknik. Menurutnya, kegiatan tersebut memiliki nilai edukatif yang seharusnya tetap berjalan dengan aturan ketat dan standar yang jelas.

“Pernyataan yang menyamakan study tour dengan piknik tidak sepenuhnya akurat. Study tour bisa diatur lebih baik dan mengikuti standar nasional atau program kurikulum yang sudah disepakati orang tua dan siswa,” ujarnya, Minggu (23/2).

Baca Juga:Warga Sumedang Sambut Kedatangan Bupati Dony dan Wabup Fajar Usai Dilantik PresidenDony Ahmad Munir Hadiri Sertijab Gubernur Jabar

Lebih lanjut, Iyan menjelaskan, study tour sebenarnya tidak harus dilakukan ke luar daerah. Jawa Barat sendiri memiliki berbagai destinasi edukatif yang dapat dimanfaatkan sekolah untuk kegiatan di luar kelas.

“Kualitasnya pun tidak kalah dibanding provinsi lain. Justru sebaiknya daerah mendorong sekolah untuk mengenalkan siswa pada lingkungan sekitar mereka,” terangnya.

Namun, dampak dari larangan ini jauh lebih luas. Iyan menegaskan, kebijakan tersebut berpotensi menghantam industri perjalanan wisata hingga 70 persen. Banyak agen perjalanan yang mengalami pembatalan keberangkatan sejak awal tahun, sehingga pemasukan mereka tergerus drastis.

“Kebijakan ini seperti tamparan keras bagi pelaku industri perjalanan. Ini bukan hanya tentang sekolah, tapi juga bagaimana sektor pariwisata bisa bertahan,” kata Iyan.

Tak hanya itu, pemangkasan anggaran instansi dan lembaga pemerintahan untuk perjalanan dinas juga semakin memperburuk situasi. Efek domino dari kebijakan ini dirasakan tidak hanya di Jawa Barat, tetapi juga di provinsi lain seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali, yang bergantung pada kunjungan wisatawan.

“Dampaknya bukan hanya ke agen perjalanan, tapi juga ke hotel, restoran, transportasi, hingga pelaku UMKM di sekitar destinasi wisata. Ini bisa mempengaruhi Pemasukan Asli Daerah (PAD) secara signifikan,” tegasnya.

Iyan menambahkan bahwa pelaku usaha wisata baru saja mulai bangkit setelah terpukul pandemi COVID-19. Namun kini, tantangan baru muncul dengan adanya larangan study tour dan pemangkasan anggaran perjalanan dinas.

0 Komentar