Namun, ketika petugas mengetahui ada motor atau mobil yang kapasitas tangkinya mencurigakan, mereka tetap memberikan pelayanan. Lagi-lagi, memang kecurangan ini dilakukan oleh konsumen, tetapi Pertamina seolah melegalkan praktik tersebut melalui sikap petugasnya yang tidak tegas.
Kecurangan lain yang dilakukan oleh karyawan SPBU terkadang berupa manipulasi meteran. Apa maksudnya? Dalam hal ini, konsumen sebenarnya tidak dirugikan sama sekali.
Ada seseorang yang membagikan pengalamannya di forum, ketika ia ingin mengisi bensin senilai Rp30.000, namun meteran SPBU tersebut sudah dimulai dari angka Rp25.000. Artinya, jika ia mengisi Rp30.000, maka meteran akan berhenti di angka Rp55.000.
Baca Juga:Jatinangor Golf: Surga Golf dan Relaksasi di Tengah Alam PegununganPSBS Siap Berkolaborasi dengan Pemkab Sumedang dalam Mendukung SPBS
Bagi konsumen, selama jumlah bahan bakar yang diterima sesuai dengan uang yang dibayarkan, memang tidak ada kerugian. Namun, karyawan tersebut merugikan tempat ia bekerja, yaitu SPBU tempat ia bertugas.
Apakah kita sebagai konsumen salah jika membiarkan hal ini?
Tentu saja salah, karena secara tidak langsung kita melegalkan kecurangan yang jelas-jelas terjadi di depan mata. Namun, kita ini masyarakat Indonesia yang sering kali memiliki dua sifat umum, yaitu tidak enakan dan masa bodoh.
Kedua sifat ini membuat kita cenderung menganggap kecurangan di sekitar kita sebagai sesuatu yang biasa, karena merasa itu bukan urusan kita. Betul, bukan?
Fenomena kecurangan di SPBU Pertamina bukanlah hal yang baru—mulai dari pihak Pertaminanya yang curang, SPBU swasta yang curang, hingga karyawan SPBU itu sendiri yang melakukan kecurangan.
Lebih mirisnya, hal ini terus-menerus terjadi secara berulang. Jika kecurangan seperti ini terjadi berkali-kali tanpa henti, maka bisa dipastikan SOP (Standar Operasional Prosedur)-nya tidak mengalami perubahan signifikan.
Tanpa adanya perbaikan SOP, kecurangan seperti ini sangat mungkin terus berlanjut tanpa akhir.
Di sini kita harus jujur pada diri sendiri. Kita berhak mempertanyakan bagaimana cara kerja perusahaan-perusahaan di bawah BUMN, terutama menyangkut kinerja dan tanggung jawab mereka.
Baca Juga:Wapres Gibran Bahas Kesiapan Indonesia Tuan Rumah World Abilitysports Games 2025Cegah Potensi Kerugian keuangan Negara, Kejari Lakukan MoU Dengan Pemkab Sumedang BUMN dan BUMD
Bagaimana mungkin perusahaan BUMN hampir selalu kalah dalam hal kualitas dan pelayanan jika dibandingkan dengan perusahaan swasta, padahal jika dilihat dari sisi gaji dan jumlah karyawan, perusahaan BUMN jauh lebih besar?