Musik Ternyata Menipu Otak dan Realita, Pahami Cara Kerja Pikiran Kita

Musik Ternyata Menipu Otak
Cara Musik Menipu Otak. Ilustrasi: Unsplash
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES – Musik tampaknya telah menjadi industri hiburan yang mendominasi berbagai aspek sejak dahulu. Namun, apakah kalian sadar bahwa musik sebenarnya dapat memanipulasi dan menipu pikiran kalian sendiri?

Terlepas dari bahasa yang digunakan dalam sebuah lagu, musik dapat membuat kalian merasa sedih, meskipun kehidupan kalian sebenarnya baik-baik saja. Yang lebih parah, bagi mereka yang sudah merasa sedih, musik justru dapat memperdalam kesedihan dan membuat sulit untuk move on dari suatu masalah.

Bahkan, ada juga kasus di mana seseorang yang awalnya menjalani hidup dengan biasa saja justru mulai merasa memiliki masalah setelah mendengarkan musik tertentu.

Baca Juga:7 Rekomendasi Motor Terbaik untuk Touring Saat Ini, Cocok untuk PetualangBukan Hanya Soal Pertamax Oplosan, Begini Cara SPBU Pertamina Lakukan Kecurangan

Cara Musik Mengendalikan Pikiran Manusia

Psikologis Musik

Secara tidak sadar, musik memang memiliki pengaruh besar terhadap otak. Semakin cepat atau heboh tempo musik yang kita dengarkan, otak cenderung menghasilkan lebih banyak dopamin, yang berperan dalam menciptakan perasaan senang dan semangat.

Sebaliknya, musik dengan tempo lambat dapat memicu perasaan sedih karena dapat membuat otak mengingat kembali berbagai memori atau kenangan di masa lalu.

Singkatnya, baik cepat maupun lambat, musik sangat memengaruhi otak, terutama pada sistem limbik, bagian otak yang berperan dalam mengatur emosi. Hal ini semakin terbukti dalam fenomena psikologi musik, khususnya dalam tren lagu-lagu bertema kesedihan atau “galau” di Indonesia.

Hampir semua musisi di Indonesia mengambil segmen ini, baik dalam tema percintaan, kehidupan, pekerjaan, maupun aspek lainnya.

Ketika seseorang mendengarkan lagu galau, ada kecenderungan untuk merasakan perasaan tertentu, baik ia merasa terhubung dengan liriknya maupun tidak. Bahkan bagi yang tidak mengalami situasi serupa, musik yang bernuansa melankolis tetap dapat membangkitkan emosi tertentu karena lirik dan melodi yang dikemas dengan baik.

Sementara itu, bagi mereka yang benar-benar mengalami hal serupa dengan lirik lagu, otak akan membangkitkan kembali memori-memori yang relevan, memperkuat perasaan tersebut.

Ironisnya, justru musik seperti inilah yang dianggap “bagus” dan “sempurna” karena mampu membangun keterikatan emosional yang kuat, bahkan bagi pendengar yang sebenarnya tidak mengalami situasi yang digambarkan dalam lagu.

0 Komentar