Contohnya adalah Tol Antasari. Meski waktu tempuhnya kurang dari 5 menit, pengguna golongan I tetap harus membayar sebesar Rp13.500. Tarif ini memang terlihat mahal. Namun, benarkah demikian? Sebab, dengan membayar Rp13.500, Anda dapat menghemat waktu secara signifikan.
Bayangkan saja, dari Sawangan ke Cilandak bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 7 menit. Berbeda halnya jika melewati jalan non-tol, waktu tempuhnya bisa mencapai lebih dari setengah jam.
Selain Tol Antasari, ada juga Tol Depok yang kini sudah tersambung hingga Tangerang. Tarifnya terbilang mahal karena memiliki banyak gerbang tol. Namun, dari sisi waktu tempuh, tol ini sangat efisien jika dibandingkan dengan rute melalui JORR.
Baca Juga:5 Rahasia Agar Dapat Saldo DANA Gratis dari Tiktok Terbaru Pada 2025Musik Ternyata Menipu Otak dan Realita, Pahami Cara Kerja Pikiran Kita
Tol lainnya adalah Becakayu (Bekasi–Cawang–Kampung Melayu). Untuk kendaraan golongan I, tarifnya mencapai sekitar Rp28.500, padahal jarak yang ditempuh relatif singkat. Dan ini baru di wilayah Jabodetabek—belum termasuk tol-tol seperti Bocimi, Cipali, dan lainnya yang tarifnya juga tergolong tinggi.
Lalu, mengapa tarif tol bisa semahal itu?
Hal ini kembali lagi pada sumber pembiayaannya. Sebagian modal pembangunan memang berasal dari investasi pemerintah, namun saat ini sebagian besar dibiayai oleh pihak swasta melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Artinya, perusahaan swasta yang membangun jalan tol akan mengharapkan pengembalian modal dan keuntungan dari proyek tersebut.
Satu-satunya cara perusahaan tersebut memperoleh pendapatan adalah melalui tarif tol yang dibayarkan oleh para pengguna jalan. Dengan kata lain, tarif tol merupakan semacam “cicilan” dari investasi besar-besaran yang dilakukan untuk membangun dan memelihara jalan tol tersebut.
Dalam kontrak konsesi, perusahaan pengelola tol diberikan hak untuk memungut tarif selama periode tertentu, biasanya antara 35 hingga 50 tahun. Setelah masa konsesi berakhir, jalan tol tersebut dapat dikembalikan kepada pemerintah.
Belum lagi jika kita berbicara soal pemeliharaan. Kita hampir tidak pernah melihat lubang di jalan tol. Hal ini karena, jika terjadi kerusakan sedikit saja, perbaikannya harus segera dilakukan. Meskipun terkadang tambalan jalan menimbulkan perbedaan tinggi permukaan, kondisi ini tetap jauh lebih baik dibandingkan membiarkan jalan berlubang.