Maman: Penggusuran Kampung Simpen Cerminkan Krisis Agraria Negara Diminta Tidak Abai

Ketua Umum Bamuswari, Maman Abdul Rahman saat berorasi di depan ribuan warga atas penolakan eksekusi
Ketua Umum Bamuswari, Maman Abdul Rahman saat berorasi di depan ribuan warga atas penolakan eksekusi
0 Komentar

sumedangekspres, CICALENGKA – Penggusuran lahan di Kampung Simpen, Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, menjadi potret nyata dari krisis agraria yang mencuat akibat ketimpangan penguasaan tanah, lemahnya perlindungan hukum terhadap warga, dan absennya keberpihakan negara pada rakyat kecil.

Viralnya video Nenek Jubaedah, 80 tahun, yang memohon agar rumahnya tak digusur, bukan sekadar potret kesedihan personal, melainkan simbol dari kegagalan negara menjamin hak hidup layak bagi warga yang telah puluhan tahun tinggal dan merawat tanah yang mereka pijak.

Ketua Umum Bamuswari, Maman Abdul Rahman, menyebut tragedi di Kampung Simpen sebagai sinyal keras bahwa reforma agraria sejati belum berjalan. “Keadilan pertanahan tidak cukup dengan sertifikasi massal seperti PTSL. Negara harus hadir mengakui hak historis dan sosial warga, bukan menjadi algojo yang berlindung di balik aturan,” tegas Maman.

Baca Juga:Sergab, Bantu Petani Ujungjaya Jual GabahPolisi Imbau Warga Desa Sirnamulya Aktifkan Ronda Malam

Menurutnya, dalam pusaran konflik agraria ini menjadi tanda tanya besar di mana negara saat warganya terancam kehilangan tempat tinggal? Diamnya para pemimpin daerah tak bisa dibaca sekadar sebagai kelalaian administratif, tetapi juga sebagai bentuk ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat.

Konflik agraria ini bukan yang pertama dan tentu bukan yang terakhir jika akar masalahnya terus diabaikan. Ketika negara gagal menjamin akses legal yang adil terhadap lahan, warga kerap dikriminalisasi sebagai penghuni liar, padahal mereka telah hidup turun-temurun di atas tanah tersebut. Ironisnya, sistem hukum justru lebih sering memihak kepada pemilik modal dan pihak yang lebih kuat secara ekonomi maupun sosial.

Gelombang protes warga akhirnya membuahkan hasil. Kepala Desa Tenjolaya, Mamad, mengumumkan pembatalan eksekusi setelah menerima informasi langsung via video call dari Bupati Bandung Dadang Supriatna. Kabar ini diperkuat oleh Camat Cicalengka, Cucu, pada Selasa (15/4). Ribuan warga yang berkumpul di depan kantor desa pun menyambut keputusan itu dengan rasa lega.

Namun, ketenangan itu belum sepenuhnya membuat warga tenang. Mereka menuntut kepastian hukum, bukan sekadar penundaan. “Kami butuh jaminan tertulis, bukan janji lisan. Ini soal masa depan kami,” ujar salah satu perwakilan warga.

0 Komentar