Gawat! Masyarakat Miskin Indonesia Tidak Peduli Ekonomi Negara Akan Makin Kacau

Masyarakat Miskin Indonesia
Masyarakat Miskin Indonesia Tidak Mengerti Ekonomi Negara
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES – Banyak masyarakat miskin di Indonesia tidak peduli terhadap berita mengenai turunnya IHSG, pelemahan nilai tukar rupiah, atau naiknya inflasi. Bukan karena mereka tidak mampu memahami, tetapi karena semua itu terasa tidak relevan dengan kehidupan mereka sehari-hari.

Bagi mereka, isu-isu ekonomi nasional hanyalah wacana elite yang tidak memberikan solusi konkret terhadap permasalahan yang mereka hadapi secara langsung—seperti naiknya harga beras, tagihan listrik yang menunggak, atau uang sekolah anak yang belum terbayar.

Mereka telah terlalu sering mendengar janji, terlalu sering disalahkan, dan terlalu sering ditinggalkan dari percakapan-percakapan penting mengenai arah bangsa ini. Akhirnya, mereka memilih untuk berhenti peduli—bukan karena malas berpikir, tetapi karena lelah merasa sendirian dalam sistem yang tidak pernah berpihak kepada mereka.

Baca Juga:7 Rekomendasi HP Sinyal Kuat Paling Stabil Pada 2025Review Lengkap Infinix Note 50s 5G Plus yang Dibilang Punya Desain Nyeleneh

Dalam pembahasan kali ini, kami akan mengulas mengapa sikap apatis semacam ini bisa muncul dan mengapa perekonomian kita terasa semakin jauh dari kehidupan rakyat biasa. Kami akan membongkar akar permasalahannya, mulai dari sisi sosial, psikologis, hingga sistemik.

Penyebab Orang Miskin Tidak Peduli Ekonomi Negara

1. Narasi Ekonomi Dibuat Sulit Dipahami

Di Indonesia, terdapat kesenjangan yang besar antara narasi ekonomi yang beredar di media dan realitas ekonomi yang dirasakan langsung oleh masyarakat kelas bawah.

Setiap kali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menurun atau nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar, berita tersebut selalu dibahas dengan nada serius, seolah-olah dampaknya akan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Namun kenyataannya, bagi sebagian besar masyarakat miskin di negeri ini, kabar semacam itu tidak lebih dari sekadar tajuk berita kosong yang lewat begitu saja.

Tidak ada keterikatan emosional, tidak ada urgensi untuk peduli, bahkan terkadang mereka tidak memahami maksudnya. Ketika seseorang hidup dalam tekanan ekonomi yang ekstrem—di mana setiap hari ia harus memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang untuk makan, membayar utang, atau membeli susu bagi anaknya—maka hal-hal makro seperti nilai tukar rupiah atau performa IHSG bukanlah prioritas utama.

0 Komentar