4. Minimnya Pendidikan Ekonomi
Ketika Bank Indonesia mengumumkan kenaikan suku bunga, atau ketika media ramai membahas inflasi, defisit APBN, hingga pelemahan rupiah, yang muncul bukan partisipasi publik, melainkan keterasingan. Rakyat kecil tidak merasa bahwa isu-isu tersebut menyangkut hidup mereka. Selama ini mereka tidak pernah diajak memahami, tidak pernah dilibatkan, dan tidak pernah dijembatani secara bahasa maupun konteks.
Fenomena ini dikenal dalam psikologi sosial sebagai alienasi sosial-ekonomi. Yaitu kondisi ketika individu atau sekelompok masyarakat merasa terputus dari sistem sosial yang seharusnya mereka menjadi bagian di dalamnya. Di Indonesia, alienasi ini bukan terjadi secara alami, tetapi dibentuk oleh sistem yang sejak awal memang tidak dirancang untuk menyentuh semua lapisan masyarakat.
Akses terhadap informasi ekonomi tidak merata. Pendidikan ekonomi hanya berhenti pada rumus dan teori dasar yang tidak kontekstual dengan kehidupan masyarakat. Selama puluhan tahun, pendekatan komunikasi kebijakan di negara ini lebih relevan bagi akademisi dan pelaku bisnis, dibandingkan untuk buruh harian, petani, atau pengemudi ojek daring.
Baca Juga:7 Rekomendasi HP Sinyal Kuat Paling Stabil Pada 2025Review Lengkap Infinix Note 50s 5G Plus yang Dibilang Punya Desain Nyeleneh
Rakyat diminta percaya bahwa pemerintah sedang menjaga stabilitas makro, namun mereka tidak pernah diberikan penjelasan konkret mengenai apa makna dari stabilitas tersebut bagi kehidupan sehari-hari mereka. Ketika masyarakat tidak memahami, mereka justru dianggap tidak peduli. Padahal, mereka tidak pernah diberi ruang untuk bisa memahami.
Akibatnya, rakyat menjadi pasif. Mereka berhenti bertanya, berhenti memprotes, karena merasa bahwa semua itu bukan dunia mereka. Alienasi ini juga berdampak pada tingkat partisipasi demokratis.
Ketika masyarakat merasa isu ekonomi terlalu jauh dari keseharian mereka, maka sikap apatis terhadap kebijakan pun tumbuh. Mereka tidak lagi percaya pada janji-janji ekonomi saat kampanye politik, karena semua itu hanya terdengar seperti kata-kata indah yang tidak bisa mereka cerna.
Akhirnya, ekonomi nasional pun tampak seperti panggung teater bagi kalangan tertentu saja. Sementara mayoritas rakyat hanya menjadi penonton yang tidak memahami alurnya—apalagi memiliki peran di dalamnya.
5. Kesenjangan Ekonomi
Di Indonesia, jarak antara kelas atas dan kelas bawah sudah terlalu lebar. Yang satu sibuk membahas saham, obligasi, dan ekspansi bisnis; sementara yang lain memikirkan bagaimana caranya bisa makan hari ini. Polarisasi ini menciptakan kesenjangan yang membuat masyarakat miskin merasa bahwa dunia ekonomi bukanlah ranah mereka. Mereka tidak memahami, tidak merasa terhubung, dan tidak diajak untuk ikut serta.