Jika para anggota dewan tetap bersikukuh pada suatu kebijakan, padahal mayoritas rakyat menolaknya, maka pertanyaan yang terus muncul adalah: “Sebenarnya, rakyat yang mana yang mereka wakili?” Keadaan seperti ini membuat masyarakat merasa bahwa nilai-nilai demokrasi perlahan mulai memudar. Apa gunanya demokrasi, jika suara rakyat sendiri tidak didengar?
Inilah alasan mengapa banyak masyarakat yang kecewa dan bahkan membenci para anggota dewan yang terhormat. Karena alih-alih menjadi wadah aspirasi rakyat, mereka justru dianggap telah mengkhianati nilai-nilai demokrasi demi kepentingan segelintir pihak.
Kekecewaan masyarakat semakin bertambah setelah mengetahui bahwa pendapatan para anggota DPR sangat fantastis, namun kenyataannya, masih ada pula kasus korupsi yang melibatkan oknum-oknum di dalamnya. Salah satu contoh yang mungkin masih diingat banyak orang adalah kasus korupsi E-KTP yang terjadi pada tahun 2017, yang melibatkan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR saat itu, Setya Novanto.
Baca Juga:7 Rekomendasi HP Sinyal Kuat Paling Stabil Pada 2025Review Lengkap Infinix Note 50s 5G Plus yang Dibilang Punya Desain Nyeleneh
Kasus ini menjadi sangat viral karena menyebabkan kerugian negara hingga lebih dari Rp2 triliun. Yang menarik sekaligus kontroversial dari kasus ini adalah upaya Setya Novanto untuk menghindari jeratan hukum, salah satunya melalui peristiwa kecelakaan menabrak tiang listrik yang diduga sebagai alibi untuk menghindari pemeriksaan hukum.
Padahal, jika dilihat dari total penghasilan resmi yang diperolehnya saat menjabat sebagai pimpinan DPR RI, Setya Novanto mendapatkan gaji sekitar Rp60 juta per bulan—belum termasuk rumah dinas, kendaraan dinas, pengawalan, serta berbagai fasilitas lainnya.
Kasus-kasus seperti inilah yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap DPR terus menurun. Sosok seperti Setya Novanto menjadi simbol dari memburuknya citra DPR, karena menunjukkan bahwa kekuasaan dan keistimewaan yang seharusnya digunakan untuk melayani rakyat malah disalahgunakan demi kepentingan pribadi.
Bayangkan, seseorang yang sudah dibayar dengan gaji tinggi menggunakan anggaran negara (APBN), masih saja melakukan tindak korupsi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah. Citra buruk DPR semakin diperparah oleh beberapa oknum yang justru memamerkan gaya hidup mewah di tengah kesulitan yang dirasakan rakyat.
Misalnya, ada istri dari salah satu anggota DPR yang gemar memamerkan barang-barang mewah bahkan berbelanja menggunakan mobil seharga miliaran rupiah. Ada pula anggota DPR yang secara terang-terangan memamerkan bahwa dirinya memiliki tiga istri, seolah ingin menunjukkan kemewahan dan kekuasaan secara berlebihan di hadapan publik.