Mengapa? Karena Upin & Ipin memiliki karakter utama dan karakter pendukung yang tidak hanya menarik, tetapi juga mampu membangun cerita yang kuat dan menghibur. Ini menunjukkan bahwa dalam dunia animasi, karakter yang menarik adalah salah satu elemen terpenting untuk mendukung kekuatan cerita.
Contoh paling jelas adalah SpongeBob. Di antara ratusan bahkan ribuan animasi asal Amerika Serikat, SpongeBob tetap menjadi salah satu yang paling dikenal. Karakter spons berwarna kuning dengan tawa khasnya itu begitu memikat dan mudah diingat oleh penonton dari berbagai kalangan usia.
5. Dukungan Pemerintah
Oleh karena itu, ketika pemerintah mulai memproduksi iklan animasi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan masyarakat menjadi lebih sadar akan potensi animasi lokal, saya pribadi memiliki harapan bahwa titik balik bagi industri animasi Indonesia sudah semakin dekat.
Baca Juga:7 Rekomendasi HP Sinyal Kuat Paling Stabil Pada 2025Review Lengkap Infinix Note 50s 5G Plus yang Dibilang Punya Desain Nyeleneh
Akan ada lebih banyak animator yang bersemangat menunjukkan kualitas mereka—bahwa karya mereka lebih unggul dari sekadar hasil AI. Juga, generasi muda akan semakin terdorong untuk terjun ke dunia animasi.
Namun, semua itu akan sia-sia jika kita tidak memiliki orang-orang yang mampu menciptakan cerita dan karakter yang kuat. Dengan kata lain, jika ingin maju, industri animasi Indonesia harus melakukan perubahan besar, dimulai dari pembangunan cerita dan karakter yang benar-benar memikat penonton.
Sebenarnya, lesunya industri animasi Indonesia saat ini bukan disebabkan oleh fakta bahwa negara kita adalah Indonesia, atau karena pemerintah membuat iklan menggunakan kecerdasan buatan (AI). Bukan juga semata-mata karena kurangnya dukungan dari pemerintah.
Memang, ada lembaga-lembaga yang dapat membantu, tetapi bukan rahasia lagi bahwa sistem birokrasi di lembaga pemerintah kita cukup “unik”, sehingga banyak animator yang sudah merasa malas lebih dulu untuk mengajukan bantuan atau menjalin komunikasi dengan mereka.
Kondisi ini juga bukan semata karena kurangnya dukungan dari masyarakat, atau karena kualitas animasinya buruk. Masalah utamanya terletak pada kualitas ceritanya. Jika ceritanya tidak menarik, siapa yang mau menontonnya sampai habis? Penonton tentu akan memilih tontonan lain yang lebih seru dan bermakna.