Akan tetapi, yang menjadi tanda tanya adalah: Jika sudah ada campur tangan manusia, mengapa masih banyak kesalahan? Misalnya:
– Ambulans yang seharusnya memiliki prioritas, malah dikenakan tilang.
– Transjakarta yang memang berada di jalur busway, justru ditilang juga.
– Sementara iring-iringan pejabat, seolah tidak pernah tersentuh tilang elektronik.
Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa kesalahan bukan hanya dari sisi teknologi, tetapi juga dari sistem kerja manusia di baliknya. Maksudnya, kita tahu ada operator yang bertugas menyaring dan menyeleksi foto-foto dari kamera ETLE. Jumlah foto yang masuk tentu sangat banyak setiap harinya. Kita juga tidak tahu berapa jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ditugaskan untuk menangani satu wilayah.
Jika SDM yang menangani terlalu sedikit, maka wajar jika mereka kewalahan. Belum lagi jika tidak ada sistem penyaringan lapis kedua untuk memverifikasi kembali hasil seleksi operator. Maka, keputusan akhir bergantung sepenuhnya pada operator yang mungkin sudah kelelahan atau terburu-buru dalam memproses data.
Baca Juga:7 Rekomendasi HP Sinyal Kuat Paling Stabil Pada 2025Review Lengkap Infinix Note 50s 5G Plus yang Dibilang Punya Desain Nyeleneh
Karena hal inilah, masyarakat mulai meragukan keadilan dan akurasi sistem ETLE. Apalagi di Indonesia, sistem seperti ini sering kali tidak disertai dengan transparansi. Tanpa keterbukaan, kepercayaan masyarakat pun semakin menurun.
Padahal, jika sistem ETLE ini lebih terbuka dan transparan, masyarakat bisa merasa lebih aman. Bahkan, mereka bisa turut membantu memperbaiki data atau sistem yang bermasalah. Transparansi adalah kunci agar keadilan bisa ditegakkan secara merata, bukan hanya berdasarkan siapa yang melihat atau siapa yang sedang diawasi.
Namun, bagaimana mungkin kita bisa membantu atau memperbaiki sistem ETLE, jika pada dasarnya saja—yakni pembacaan pelat nomor—masih sering mengalami kesalahan?
Salah satu titik kritis dalam sistem ETLE terletak pada kemampuan kamera dalam membaca pelat nomor kendaraan. Idealnya, kamera yang digunakan sudah mengadopsi teknologi Optical Character Recognition (OCR), yaitu sistem yang mampu mengenali angka dan huruf dari pelat kendaraan secara otomatis. Namun kenyataannya, kondisi di lapangan tidak selalu ideal.
Apa maksudnya? Ada banyak faktor yang bisa memengaruhi akurasi pembacaan OCR, di antaranya: