SUMEDANG EKSPRES – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dikabarkan mendapatkan ancaman atau teror terhadapnya.
Terkait ancaman atau teror yang dilontarkan terhadap Dedi Mulyadi, Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Muradi memberikan analisisnya.
Menurut Prof Muradi, teror tersebut lebih kepada aksi jengkel pihak yang dirugikan oleh kebijakan yang dikeluarkan Dedi Mulyadi.
Baca Juga:Soal Sengketa Lahan SMAN 1 Bandung, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi Nilai Ada Pihak Lain di BelakangnyaKepala BKN Ungkap 5 Faktor Ribuan CPNS Formasi Tahun 2024 Mengundurkan Diri, Apa Saja?
Lebih lanjut, secara teori bahwa pola kejahatan di Indonesia tidaklah dengan melempar ancaman lalu terjadi tindakan.
Di Indonesia, justru polanya akan terlebih dahulu melakukan tindakan setelahnya baru ancaman.
Hal tersebut seperti yang sempat terjadi pada Novel Baswedan yang mengalami penyiraman air keras.
“Jadi ada aksi penyiraman dulu baru kemudian ada klaim,” katanya pada Kamis, 24 April 2025.
Kemudian terkait ancaman kepada Gubernur Jabar, menurut Prof Muradi itu tak terlepas dari berbagai kebijakan yang telah dilakukan.
Seperti diketahui setelah menjabat, ada beberapa langkah yang dilakukan KDM bisa dibilang keluar dari mainstream.
Contohnya seperti pembongkaran tempat wisata Hibisc Fantasy yang berada di Puncak, Bogor.
Baca Juga:Kapan Seleksi CPNS Tahun 2025 Bakal Dibuka Pemerintah? Berikut Ini InformasinyaPenting! Begini Cara Mudah Cek Bansos Ibu Hamil Tahun 2025, Cukup Siapkan NIK KTP
Kebijakan-kebijakan tersebut juga bisa dibilang cukup menganggu sejumlah atau kelompok tertentu.
“Itu wajar dalam konteks politik, kebijakan tidak selalu diterima semua pihak,” tutur Prof Muradi.
Akademisi Unpad tersebut juga mengungkapkan bahwa ancaman yang terjadi bisa ditindak lanjuti oleh pihak kepolisian.
Pihak berwajib bisa melakukan pelacakan terhadap akun yang memberikan ancaman terhadap Gubernur Jabar tersebut.
Lalu, Prof Muradi juga menuturkan bahwa KDM tidak perlu terlalu khawatir dan tidak perlu juga disepelekan.
“Jadi tidak perlu disepelekan, tapi juga tidak perlu ditanggapi terlalu serius,” ucapnya.*