Sengketa Tanah Sindangsari: Warga Resah, Plang Dipasang di Luar Kesepakatan

Sengketa Tanah Sindangsari: Warga Resah, Plang Dipasang di Luar Kesepakatan
Warga penggarap di Desa Sindangsari, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang saat melakukan pertemuan dengan Dirlantas Polda Jabar
0 Komentar

SUKASARI – Warga penggarap di Desa Sindangsari, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, kembali dibuat resah setelah terjadi pemasangan plang kepemilikan tanah oleh pihak Korlantas Polda Jabar di lokasi yang dinilai tidak sesuai hasil rapat sebelumnya. Warga menilai proses hibah yang dilakukan tanpa sosialisasi dan tanpa kejelasan batas lahan telah menyalahi prinsip konstitusi dan asas keadilan sosial.

Menurut Maman Suparman, Koordinator Penggarap eks Perkebunan Jatinangor, proses awal pembahasan lokasi hibah dimulai pada April 2025 melalui rapat yang diadakan di Masjid Darul Ahlak, Desa Sindangsari. Pertemuan itu dihadiri oleh Bagian Aset Provinsi Jawa Barat, Korlantas Polda, Polsek, Koramil, Kepala Desa, serta perwakilan penggarap. Dalam rapat tersebut, pihak Korlantas memperlihatkan peta lokasi hibah dengan blok merah sebagai titik yang ditunjuk.

Namun yang terjadi di lapangan, lanjut Maman, sangat berbeda. Pada Senin, 28 April 2025, Kepala Desa menginformasikan bahwa Bagian Aset Jawa Barat telah memasang plang yang bertuliskan “Tanah Ini Milik Korlantas Polda” justru di area bertanda hijau, yang selama ini merupakan tempat tinggal warga, lahan garapan aktif, dan terdapat satu masjid.

Baca Juga:Proyek Drainase di Rancaekek Mangkrak, Warga Terpaksa Bangun Jembatan DaruratLaporan Keuangan BUMDes Harus Akurat dan Transparan

“Kami kaget karena lokasi yang dipasangi plang itu bukan area yang ditunjukkan dalam rapat. Tidak ada sosialisasi, tidak ada batas bidang yang jelas. Ini seperti penyerobotan,” kata Maman saat ditemui usai rapat lanjutan, Kamis (5/6/2025), di lokasi pesantren dekat Masjid Darul Ahlak.

Maman menyayangkan tidak adanya keterlibatan BPN, warga penggarap, dan pemerintah desa saat pemasangan patok dan plang dilakukan. Ia juga mengkritisi undangan rapat sebelumnya yang hanya dilakukan via telepon secara mendadak oleh Kepala Desa, tanpa surat resmi atau pemberitahuan tertulis yang layak.

“Seharusnya undangan dilakukan secara tertib administrasi. Harus ada sosialisasi dulu, lalu jika semua pihak sudah sepakat, baru lakukan pengukuran dan pemasangan plang dengan disaksikan bersama. Ini malah sepihak,” tegasnya.

Ia menilai tindakan tersebut tidak sejalan dengan semangat konstitusi. “Dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 disebutkan, bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jangan sampai aparat justru bertindak sebaliknya,” ucap Maman.

0 Komentar