Warga Dukung Reaktivasi Jalur KA Tanjungsari-Rancaekek, Tapi Minta Sosialisasi Jelas dan Solusi Relokasi

Warga Dukung Reaktivasi Jalur KA Tanjungsari-Rancaekek, Tapi Minta Sosialisasi Jelas dan Solusi Relokasi
Warga Dukung Reaktivasi Jalur KA Tanjungsari-Rancaekek, Tapi Minta Sosialisasi Jelas dan Solusi Relokasi (Ilustrasi/AI)
0 Komentar

TANJUNGSARI – Rencana reaktivasi jalur kereta api Tanjungsari–Rancaekek mulai ramai diperbincangkan warga Kecamatan Jatinangor dan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Kabar tersebut mencuat usai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengunggah informasi terkait reaktivasi jalur KAI melalui akun media sosial pribadinya.

Dari pantauan di lapangan, jalur rel yang akan direaktivasi ini melintasi empat desa di wilayah Jatinangor, yakni Desa Cikeruh, Sayang, Cipacing, dan Hegarmanah. Saat ini, sebagian eks jalur tersebut sudah ditempati oleh pedagang kaki lima (PKL) maupun warga yang membangun rumah tinggal di atasnya.

Tokoh pemuda Jatinangor, Dadang Mulyadi, menyambut baik rencana ini. Ia menilai bahwa reaktivasi jalur kereta bukan hanya soal menghadirkan kembali moda transportasi massal, tetapi juga menjadi momentum penting untuk menata ulang kawasan Jatinangor yang kini semakin padat dan semrawut.

Baca Juga:Jalan Pintas Menuju Miskin: Kenapa Janji Kaya Instan Harus DiwaspadaiGaya Hidup Mewah Tapi Bokek? Ini Kesalahan Anak Muda dalam Urusan Uang

“Wilayah Jatinangor ini sekarang jadi kawasan pendidikan dan juga permukiman padat. Banyak PKL yang berdagang di eks rel, kemacetan juga makin parah. Dengan hadirnya kembali kereta, semoga bisa lebih tertata,” ujar Dadang beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Dadang menyoroti pentingnya sosialisasi kepada warga. Ia mempertanyakan apakah PT KAI akan tetap menggunakan jalur lama atau membuka trase baru. Jika tetap menggunakan jalur lama, menurutnya, warga perlu mendapatkan informasi yang jelas, terutama terkait relokasi dan ganti rugi.

“Dari desa sudah ada patok-patok jalur, tapi sosialisasi resmi ke warga belum dilakukan. Harusnya ini jadi prioritas, jangan dadakan. Kalau relokasi, harus jelas, adil, dan manusiawi,” tegasnya.

Menurut Dadang, jika jalur lama dianggap sulit untuk dibuka kembali, pemerintah dan PT KAI bisa mempertimbangkan opsi lain seperti membuka trase baru di sepanjang sisi Tol Cisumdawu. “Tapi penataan kawasan tetap harus dilakukan. Jangan sampai hanya fokus ke rel saja, tapi sekitarnya tetap semrawut,” imbuhnya.

Pendapat serupa disampaikan Herman (52), warga Desa Tanjungsari yang telah puluhan tahun tinggal di atas eks jalur rel. Ia tidak keberatan jika jalurnya harus diaktifkan kembali, asalkan informasi dan relokasinya jelas sejak awal.

0 Komentar