Warga Terdampak Tol Cisumdawu Tuntut Keadilan: "Uang Rp404 Miliar ke Mana?"

Warga Terdampak Tol Cisumdawu Tuntut Keadilan: \"Uang Rp404 Miliar ke Mana?\"
Yayat (63), tokoh masyarakat yang juga menjadi koordinator warga terdampak dan datangi kantor Pemerintahan Sumedang (IPP)
0 Komentar

RANCAKALONG — Ketidakjelasan pembayaran ganti rugi lahan untuk proyek Tol Cileunyi–Sumedang–Dawuan (Cisumdawu) kembali mencuat ke permukaan. Warga dari dua desa terdampak, yakni Ciherang (Sumedang Selatan) dan Pamekaran (Rancakalong), menyuarakan tuntutan mereka atas hak yang belum kunjung dipenuhi pemerintah.

Yayat (63), tokoh masyarakat yang juga menjadi koordinator warga terdampak, mengungkapkan bahwa dari sekitar 112 hektare lahan yang digunakan untuk proyek nasional tersebut, warga hanya menerima sebagian kecil pembayaran.

“Di Ciherang ada sekitar 680 berkas dari 320 warga, dan di Pamekaran sekitar 130 orang. Tapi dari total nilai ganti rugi Rp432 miliar, warga baru menerima Rp28 miliar,” ungkapnya, Senin (15/7).

Baca Juga:Hilang Konsentrasi, Pemotor Hantam Truk yang Sedang Berbelok Hingga Meregang NyawaPemdes Kebonjati Prioritaskan Rutilahu

Ia mempertanyakan transparansi dan kejelasan dari sisa dana sebesar Rp404 miliar yang hingga kini tidak jelas keberadaannya.

“Kalau memang sudah dibayar, mana kwitansinya? Mana print out-nya? Kami tidak pernah tahu harga yang sebenarnya,” katanya.

Lebih jauh, Yayat menilai proses pengadaan tanah berjalan tidak transparan dan penuh tekanan. Ia menyebut dokumen milik warga seperti sertifikat dan SPPT disita tanpa penjelasan memadai oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T).

“Semua dokumen diambil. Saat warga tanda tangan kesepakatan pun, tidak diberi kesempatan membaca. Bahkan ditutupi. Ini bentuk pemaksaan,” jelasnya.

Ia juga mengungkapkan adanya dugaan intimidasi dari sejumlah oknum yang terlibat dalam proses pembebasan lahan.

“Warga diancam jika tidak tanda tangan, maka tanah hilang dan uang tidak diberikan. Kami punya bukti bahwa ini disampaikan oleh oknum Pemda, P2T, dan BPN,” tegasnya.

Situasi ini membuat warga berada dalam ketidakpastian hukum dan ekonomi. Mereka kehilangan hak atas tanah tanpa kejelasan kompensasi yang layak, sementara dokumen kepemilikan tak lagi berada di tangan mereka.

Baca Juga:BUMDes Licin  Fokus Pada Bioplok dan Penanaman LabuPemkab Sumedang Buka Jalan bagi Pembangunan Rumah Ibadah Hindu di Kawasan Industri Cimanggung

“Sekarang warga tidak pegang satu lembar pun berkas. Tapi kami masih menyimpan salinan-salinan penting yang bisa jadi bukti,” kata Yayat.

Warga berharap pemerintah pusat turun tangan menindaklanjuti permasalahan ini. Mereka menuntut transparansi, keadilan, serta pengembalian hak-hak mereka yang selama ini terabaikan.

0 Komentar