Salah satunya adalah kepercayaan bahwa kawasan ini dihuni oleh makhluk halus penjaga hutan.
Pendaki dianjurkan untuk menjaga ucapan serta perilaku agar tidak mengganggu keseimbangan alam.
Ada pula mitos tentang suara “kerincing” yang kadang terdengar di malam hari, dipercaya sebagai tanda keberadaan makhluk gaib.
Baca Juga:Gak Nyangka! Dengan Modal Rp10 Ribu Bisa Nikmati Trekking Keren di Gunung Kerenceng Sumedang
Mitos ini justru menambah daya tarik tersendiri bagi para pendaki yang gemar mengeksplorasi sisi mistis dari sebuah gunung.
Sejarah dan Asal Usul Nama Kerenceng
Nama “Kerenceng” memiliki arti unik. Dalam bahasa Sunda, kata ini berkaitan dengan bunyi “kerincing” atau “gelang kaki” yang menghasilkan suara ketika bergerak.
Meski arti pastinya masih menjadi misteri, sebagian warga percaya nama ini muncul karena adanya legenda leluhur yang tinggal di kawasan tersebut.
Konon, dahulu Gunung Kerenceng menjadi tempat tinggal Eyang Panggung Jaya Kusumah, seorang tokoh penting dalam sejarah desa.
Hingga kini, kisah ini masih menjadi bagian dari cerita lisan masyarakat sekitar.
Camping di Gunung Kerenceng
Meski bisa ditempuh dengan pendakian sehari, banyak pendaki memilih untuk berkemah di pos 2 atau pos 3. Kedua pos ini memiliki area yang lebih luas dan landai sehingga nyaman untuk mendirikan tenda.
Selain itu, di antara pos 2 dan pos 3 terdapat rumah pohon yang menjadi spot favorit untuk berfoto maupun sekadar menikmati suasana malam.
Puncak Gunung Kerenceng
Baca Juga:Pemdes Galudra Bangun Sarana Kantor DesaPasanggiri Sinden Muda Dijadikan Agenda Tahunan
Keunikan puncak Kerenceng adalah bentuknya yang menyerupai segitiga kecil dengan sisi sekitar 3 meter.
Kapasitas puncak ini terbatas, hanya bisa menampung sekitar 10 orang.
Oleh karena itu, pendaki sering kali harus bergantian untuk bisa menikmati panorama di titik tertinggi.
Dari puncak, mata bisa memandang 360 derajat panorama Jawa Barat: mulai dari Gunung Ciremai, Cikurai, hingga hamparan Tol Cisumdawu dan Stadion GBLA.
Jam Buka dan Aturan Khusus
Gunung Kerenceng pada dasarnya terbuka untuk pendakian setiap hari.
Namun, terdapat aturan khusus yakni jalur pendakian ditutup setiap Kamis malam hingga Jumat pukul 12.00 WIB.
Penutupan ini biasanya dilakukan untuk menjaga kelestarian kawasan sekaligus menghormati kearifan lokal masyarakat setempat.