KOTA – Peredaran rokok ilegal di Kabupaten Sumedang dinilai semakin masif dan merata di seluruh wilayah. Berdasarkan hasil analisa, rokok tanpa cukai ini kini sudah menjangkau 26 kecamatan dan 277 desa.
Kondisi tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Tibumtramas Satpol PP Kabupaten Sumedang, Dadi Kusnadi. Dia menyebutkan, kebutuhan masyarakat dan celah keuntungan pedagang menjadi faktor pendorong utama.
“Rokok ilegal ini harganya bervariasi. Di satu daerah bisa Rp10.000, di tempat lain ada yang menjual hingga Rp15.000 atau Rp16.000. Itu tergantung banyaknya konsumen,” kata di ruang kerjanya, Selasa (30/9).
Baca Juga:Romantis Banget! Edit Foto Polaroid Klasik 90-an Bersama PacarFoto Romantis sama Pacar Gaya Majalah Vogue dengan Gemini AI
“Semakin tinggi permintaan, pedagang menaikkan harga untuk mengambil keuntungan lebih,” tambahnya.
Dikatakan, peredaran rokok ilegal cenderung lebih tinggi di wilayah pedesaan dibanding perkotaan.
“Masyarakat desa dengan daya beli menengah ke bawah, lebih memilih rokok ilegal karena harganya murah, sementara di perkotaan konsumen kelas menengah ke atas lebih memilih rokok legal,” tamba Dadi.
Bahkan, kata Dadi, sebagian pedagang sebenarnya mengetahui rokok yang mereka jual ilegal, namun mereka tetap nekat karena keuntungan dinilai lebih besar.
“Ada juga yang tidak tahu, tapi tetap saja, publik harus disadarkan. Harus ada publikasi bahwa jual beli rokok ilegal itu mengandung sanksi pidana,” tegas Dadi.
Lebih jauh, Dadi mengungkapkan, pola penjualan rokok ilegal kini semakin variatif dan rapi. Ada pedagang yang menggunakan sistem kode waktu untuk berjualan, ada pula yang memanfaatkan layanan online dengan sistem cash on delivery (COD).
“Mereka makin waspada, bahkan ada jam-jam khusus penjualan supaya tidak terendus aparat. Ada juga yang memanfaatkan jasa ekspedisi dengan kedok paket biasa. Ini menyulitkan kita dalam deteksi,” kata Dadi.
Baca Juga:Foto Vintage ala Profesional dengan Gemini AI, Begini TriknyaSentuhan Vintage: Cara Membuat Foto Klasik yang Estetik Dengan AI
Namun di sisi lain, upaya penindakan masih terbentur keterbatasan kewenangan. Dadi menjelaskan, Satpol PP maupun kepolisian tidak bisa langsung melakukan penyergapan tanpa koordinasi dengan Bea Cukai.
“Selama ini, Satpol PP hanya bisa mendampingi. Padahal, ketika kita sudah punya informasi dan bukti, barang bisa saja cepat habis sebelum ada operasi bersama. Keterbatasan ini menjadi kendala di lapangan,” ungkap Dadi.