Bagi para petani di Sumedang, excelsa bukan sekadar tanaman komoditas, tetapi juga harapan baru. Di lahan yang dulu hanya ditanami padi dan palawija, kini pohon-pohon kopi excelsa mulai berbuah.
“Tanamannya tahan lama, bisa hidup di lahan kering. Hasil panennya juga lumayan stabil,” kata Suhendar (52), salah satu petani kopi di Kecamatan Pamulihan.
Menurut Suhendar, hasil panen excelsa memang belum sebesar arabika atau robusta. Namun karena harganya lebih tinggi dan permintaannya meningkat, kopi ini bisa membantu menambah penghasilan petani.
Baca Juga:Soroti Kasus Keracunan Massal10 Prompt Edit Foto Hijaber Dari Gaya Elegan di Studio Sampai Pose Estetik di Galeri Seni
“Kalau dikelola serius, kopi excelsa bisa jadi andalan Sumedang,” tambahnya.
Saat ini dikenal empat jenis biji kopi utama: arabika, robusta, liberika, dan excelsa. Dari keempatnya, arabika dan robusta mendominasi pasar. Excelsa masih berada di jalur minoritas, namun punya keunggulan rasa yang khas dan mulai diminati oleh pasar premium.
Ke depan, tantangan terletak pada konsistensi produksi, kualitas pascapanen, dan promosi berkelanjutan. Pemerintah daerah bersama komunitas kopi di Sumedang diharapkan bisa bersinergi agar excelsa tidak sekadar tren sesaat, melainkan benar-benar menjadi identitas baru kopi Indonesia.
Prestasi Ryan Wibawa di Chicago hanyalah permulaan. Di baliknya ada kerja keras para petani yang merawat pohon kopi di lereng-lereng bukit Sumedang, ada pula semangat para pelaku usaha kecil yang memasarkan hasil panen ke berbagai penjuru lewat platform digital.
Dari tanah Priangan, kopi excelsa kini mengalir ke cangkir-cangkir dunia, membawa harum Indonesia yang khas. Sebuah bukti bahwa dari desa di Jawa Barat, lahir cita rasa global yang mampu menyatukan banyak lidah di meja kopi.(red)