SUMEDANG EKSPRES – Nama “Unthuk Cacing” mungkin terdengar unik atau bahkan sedikit menggelikan bagi yang baru mendengarnya.
Namun, istilah ini merujuk pada dua hal yang sama-sama berakar kuat di Indonesia: satu adalah jajanan tradisional yang manis dan renyah, dan satu lagi adalah gundukan tanah yang memiliki peran vital dalam ekologi dan pertanian.
Sejarah Menarik Jajanan Unthuk Cacing
Di berbagai daerah di Jawa Tengah, terutama Kebumen, Cilacap, dan sekitarnya, Kue Unthuk Cacing (sering juga disebut Unthuk Yuyu atau Kue Akar Kelapa) adalah camilan legendaris yang selalu hadir saat lebaran atau acara penting.
Asal Nama dan Bentuk
Baca Juga:Keunggulan Strategis Apple di Pasar Inggris (UK): Kombinasi Ekosistem, Inovasi, dan Citra PremiumApple di Inggris (UK): Inovasi, Kontroversi Privasi, dan Jaringan Ritel yang Kuat
Nama “Unthuk Cacing” secara harfiah berarti “gundukan cacing” dalam bahasa Jawa. Nama ini diberikan karena bentuknya yang menyerupai gundukan-gundukan kecil tanah yang dihasilkan dari galian cacing tanah.
Resep Sederhana dari Dapur Desa
Sejarah kue ini tidak terlepas dari kreativitas masyarakat desa pada masa lampau yang dituntut membuat camilan lezat dari bahan seadanya.
- Bahan Dasar: Umumnya, kue ini terbuat dari campuran sederhana tepung ketan (atau kombinasi ketan dan tapioka), gula, telur, margarin/mentega, dan terkadang parutan kelapa atau santan.
- Keunikan Pembuatan: Proses yang paling unik adalah pembentukan adonan. Adonan yang sudah diuleni kalis dicetak menggunakan alat khusus—seringkali menggunakan batok kelapa yang dihaluskan dan diberi lubang-lubang kecil. Adonan yang keluar dari cetakan inilah yang membentuk “gundukan” memanjang seperti tanah galian cacing. Adonan kemudian digoreng hingga renyah, gurih, dan berwarna keemasan.
Kue ini, yang berumur cukup lama dan berlabel “Kue Kampung,” kini menjadi bagian penting dari warisan kuliner yang berusaha dipertahankan di tengah gempuran jajanan modern.