KOTA – Dua aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Sumedang, terungkap menjalankan modus korupsi terstruktur dalam penerbitan surat dispensasi kawin ilegal.
Praktik yang berlangsung selama tiga tahun itu merugikan negara hingga Rp1,035 miliar dan kini disidangkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung.
Kedua terdakwa, Apet Hermawan (pegawai KUA Sumedang Utara) dan Nana Sujana (Panitera Pengganti Pengadilan Agama Sumedang Kelas 1A), mereka diduga memanfaatkan kewenangan administrasi dan yudisial untuk mengubah surat dispensasi menjadi “komoditas layanan cepat” berbayar.
Baca Juga:Cara Beli Bintang di Facebook Pakai ShopeePay untuk Dukung Kreator FavoritmuChord dan Lirik Lagu My Way – Frank Sinatra: Yes, there were times, I'm sure you knew
Dalam skema yang dijalankan sejak 2021 hingga 2024, keduanya menerbitkan surat dispensasi kawin tanpa proses sidang resmi sebagaimana diatur dalam peraturan Mahkamah Agung.
Surat yang seharusnya dikeluarkan setelah pemeriksaan hakim, cukup diteken di bawah meja. Warga yang membutuhkan, terutama orang tua calon pengantin di bawah umur, cukup membayar sejumlah uang agar proses dipercepat.
Menurut dakwaan, Apet menerima uang Rp46,8 juta, sementara Nana mengantongi lebih dari Rp1,42 miliar dari hasil pungutan.
Modus ini berjalan rapi melalui perantara lebe—petugas nikah di tingkat desa—yang bertugas mencarikan “klien” dan mengurus setoran.
Dalam persidangan Senin (13/10), saksi Sadili, lebe asal Desa Cibitung, mengungkap bahwa setiap surat dispensasi dipatok Rp500 ribu.
“Rp300 ribu diambil Pak Nana, Rp200 ribu untuk saya,” ungkapnya di depan hakim.
Saksi lain, Dadan dari Desa Sirnamulya, menyebut tarif bervariasi antara Rp600 ribu hingga Rp800 ribu, tergantung kecepatan proses.
Baca Juga:Viral! Chord dan Lirik Lagu Alamak – Rizky Febian & Adrian Khalif: Kalau ada sembilan nyawaChord dan Lirik Lagu Mencintai Dengan Ngeyel – Woro Widowati: Ra kabeh sing mbok tresnani
“Kalau Rp800 ribu, Rp700 ribu untuk Pak Apet. Sisanya untuk saya,” ujarnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, kedua ASN memanfaatkan celah sosial dan hukum. Banyak orang tua calon pengantin di bawah umur yang mendesak ingin segera menikahkan anaknya karena kehamilan di luar nikah. Kondisi itu dijadikan alasan untuk menawarkan jalan pintas dengan tarif tertentu.
Salah satu saksi, Herlinawati, bahkan mengaku membayar Rp1,25 juta agar anaknya bisa segera menikah.
“Katanya untuk biaya transportasi dan percepatan pengurusan,” katanya.
Modus tersebut dinilai melanggar UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 jo UU Nomor 16 Tahun 2019, serta UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.