Menkeu Purbaya Ogah Bayar Lewat APBN, Utang Kereta Cepat Siapa Yang Tanggung Jawab?

Kereta Woosh Yang Mentereng
Dibalik kecanggihan dan kemewahan, Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) menyisakan banyak masalah soal pembiayaan yang dirasa membebani negara.
0 Komentar

SUMEDANG EKSPRES – Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sedewa terus melakukan gebrakan. Nah, pernyataan terbaru yang disampaikan oleh Purbaya adalah tidak akan mau menanggung kewajiban hutang terhadap proyek kereta cepat Wush.

Aktivis sosiolog di Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrum mengatakan Menteri keuangan sekarang ini menggunakan pola komunikasi yang to the point. Menteri Purbaya ingin menghadirkan satu komunikasi agar kemudian problem-problem yang rumit dalam negara, dia bisa sederhanakan dengan kalimat-kalimat yang lugas. Meskipun tentu kita harus mencoba juga untuk melihat langkah-langkah

Ia mengatakan, Purbaya secara kritis menyatakan cara komunikasi yang semacam itu bisa jadi melahirkan populisme baru yang bisa mengabaikan hal-hal rasional di dalam proses kritik di dalam peranta kekuasaan.

Baca Juga:PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Menerapkan Skema “Dynamic Pricing” untuk Kereta Cepat WhooshPeningkatan Layanan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC): Hadirkan 2 Intermoda Baru

Tapi poinnya adalah, lanjut Badrun, pola komunikasi to the point itu menarik karena menunjukkan semacam kejujuran nalar dari seorang Purbaya. Misalnya, dia mengatakan bahwa urusan utang kereta cepat Jakarta-Bandung itu bukan atau tidak dapat dibenarkan kalau ditanggung oleh APBN. “Saya kira logis begitu. Karena, awal mula kereta cepat ini dibangun, itu bukan atas inisiatif penggunaan APBN di dalam proses negosiasinya. Tetapi, itu memang betul, itu bisnis to bisnis. Jadi, antara perusahaan Cina kemudian dengan BUMN. Jadi, kereta cepat namanya kan kemudian disebut dengan konsorsium antara lembaga bisnis Indonesia dengan lembaga bisnis Cina, PT KCIC. Nah, dari situ sebetulnya logikanya bahwa memang ini urusan lembaga bisnis antarnegara, bukan negara dengan negara. Karena itu, hubungannya antarlembaga bisnis dalam konteks Indonesia, BUMN, maka BUMN yang harus menanggung perkara utang yang ratusan triliun itu pada disebut dengan China Development Bank,” ungkap Ubaidilah dalan sebuah podcast Madilog.

Ubaidilah menyatakan lagi, memang tanggung jawab itu dari BUMN. Karena BUMN ini sudah dididikan satu dalam kendali Danantara, maka sebetulnya Danantara ini punya kewajiban untuk menyeselesaikan perkara itu karena Danantara adalah juga konsorsium BUMN itu. “Jadi, saya kira rasional kalau kemudian Purbaya mengatakan itu. Tapi disaat yang sama kan sebetulnya juga menunjukkan bahwa misalnya tidak ada komunikasi atau belum ada komunikasi yang tuntas sehingga informasi yang muncul ke publik adalah seperti pertentangan antara Purbaya dengan Danantara. Kalau itu narasinya pertentangan, siapa yang bakal memenangkan pertarungan komunikasi antara menteri keuangan dengan danantara itu? Saya melihat pada akhirnya ini sangat membahayakan sebetulnya dalam konteks negara ya. Karena bagaimana sebuah proyek yang oleh Joko Widodo waktu itu sebagai proyek strategis nasional, kemudian berujung kepada beban utang yang sangat berat,” jelas Ubaidilah.

0 Komentar