Selama dua hari pelatihan, para santri belajar mengenal dasar-dasar berita, teknik menulis, hingga etika jurnalistik. Mereka juga diajak menulis laporan sederhana tentang kehidupan di pesantren masing-masing. Beberapa tulisan mereka bahkan dibacakan di depan kelas membuat teman-temannya bersorak bangga.
Menjelang sore, di antara lantunan azan dan hiruk pikuk halaman sekolah, semangat para santri masih menyala. Mereka kini sadar, pena bisa menjadi senjata yang lebih tajam dari kata-kata kasar di layar gawai.
Mereka bukan hanya santri yang pandai mengaji, tapi juga penulis muda yang siap menjaga marwah pesantren dengan karya dan etika. Sebab bagi mereka: menulis adalah bagian dari ibadah, dan jurnalisme santri adalah jalan dakwah.(red)