SUMEDANGEKSPRES – Kisah Alif Nur Cahya (7), bocah asal Kecamatan Situraja, Sumedang, yang lahir tanpa lubang anus, membuka mata banyak orang tentang pentingnya deteksi dini terhadap kelainan bawaan langka yang dikenal sebagai atresia ani kongenital.
Atresia ani adalah kondisi ketika bayi lahir tanpa lubang anus atau saluran pembuangan tinja yang terbentuk sempurna.
Secara medis, kondisi ini termasuk kelainan kongenital pada sistem pencernaan bagian bawah dan membutuhkan tindakan operasi untuk memperbaiki anatomi tubuh agar fungsi buang air besar dapat berjalan normal.
Baca Juga:Perbandingan Tol Cisumdawu dengan Tol Bocimi dan Tol Getaci15 Ayam Warga Cikondang Diduga Dimangsa Macan Kumbang, BKSDA Turun Tangan
Wakil Bupati Sumedang, Fajar Aldila, yang turun langsung meninjau kondisi Alif, mengatakan bahwa pemerintah daerah berkomitmen memberikan pendampingan penuh selama proses pengobatan berlangsung.
“Alif membutuhkan tiga kali operasi. Saat ini ia sudah dirujuk ke RSU Umar Wirahadikusumah untuk tahap kedua. Tidak boleh ada warga Sumedang yang terhambat berobat karena biaya,” ujar Fajar Aldila, Senin (20/10/2025).
Dokter umumnya dapat mendeteksi atresia ani segera setelah bayi lahir.
Tanda-tanda awal meliputi tidak adanya lubang anus, perut buncit, bayi tidak buang air besar dalam 24 jam pertama, atau adanya pembengkakan di area perineum.
Pada beberapa kasus ringan, lubang anus memang terbentuk, tetapi sangat sempit sehingga tetap membutuhkan tindakan medis untuk memperlancar fungsi buang air besar.
Jika tidak segera ditangani, bayi dapat mengalami komplikasi serius seperti infeksi, gangguan pencernaan, dan kerusakan usus permanen.
Karena itu, diagnosis dini serta penanganan cepat sangat menentukan keselamatan dan kualitas hidup anak.
Kasus seperti yang dialami Alif menunjukkan pentingnya akses kesehatan yang merata hingga pelosok daerah.
Baca Juga:Warga Diminta Waspada Malam Hari Setelah Dugaan Macan Kumbang Menyerang Ternak di Cikondang SumedangJejak Macan Kumbang Tertangkap Kamera, Warga Cikondang Resah
Banyak keluarga tidak mengetahui kondisi medis seperti ini dan kesulitan melanjutkan pengobatan karena faktor ekonomi maupun keterbatasan informasi.
Dalam kasus Alif, keterbatasan biaya membuat keluarganya sempat menghentikan perawatan setelah operasi pertama di salah satu rumah sakit swasta di Bandung.
Setelah pindah ke Sumedang, Alif bahkan tidak menjalani kontrol lanjutan hingga akhirnya laporan masyarakat sampai ke pemerintah daerah.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Kabupaten Sumedang menegaskan bahwa seluruh biaya pengobatan dan kebutuhan operasional selama Alif dirawat akan ditanggung sepenuhnya.