SUMEDANG EKSPRES – “Tokecang” merupakan salah satu lagu daerah dari Jawa Barat yang bisa dibilang paling populer dan akrab di telinga.
Iramanya yang riang, cepat, dan liriknya yang ringan membuat lagu ini sering menjadi pengiring permainan tradisional anak-anak.
Namun, di balik keceriaannya, lagu ciptaan Raden Cajetanus Hardjasoebrata (komposer karawitan era 1950-1970-an) ini menyimpan pesan moral dan filosofi hidup Sunda yang sangat mendasar: jauhi sifat rakus dan serakah.
Menelisik Lirik: Dari Tokek hingga Sayur Kacang
Baca Juga:Kementrian PKP Kunjungi Perum Blitz Cimalaka 2 SumedangPasokan Listrik Andal, PLN UP3 Sumedang Kawal Agenda Pemerintahan Di IPDN Jatinangor
Lagu “Tokecang” pada dasarnya adalah akronim atau singkatan dari frasa “Tokek Makan Kacang”. Lirik-liriknya menggunakan analogi yang jenaka dan konyol untuk menyampaikan nasihat:
| Lirik Asli (Sunda) | Arti Harfiah | Makna Tersirat | 
| Tokecang tokecang bala gendir tosblong | Tokek makan kacang, mencuri kendil (periuk) bolong. | Menggambarkan seseorang yang mengambil sesuatu (makanan) secara sembunyi-sembunyi dan berlebihan. | 
| Angeun kacang sapependil kosong | Sayur kacang, satu periuk (sampai) kosong. | Inilah inti pesannya: kerakusan yang menghabiskan jatah orang lain. | 
Filosofi “Sapependil Kosong”: Tamparan untuk Sifat Rakus
Makna yang paling kuat dari lagu ini terletak pada gambaran “sayur kacang satu periuk habis” (sapependil kosong).
- Pengingat Anti-Serakah: Tokek (atau kadang diartikan sebagai “orang”) yang menghabiskan sayur kacang hingga satu periuk kosong melambangkan sifat manusia yang rakus dan tamak. Lagu ini menasihati anak-anak (dan pendengarnya secara universal) agar tidak menjadi pribadi yang hanya mementingkan diri sendiri.
- Pentingnya Berbagi: Dalam budaya Sunda, makan bersama adalah simbol kebersamaan (dahar babarengan). Ketika satu periuk makanan dihabiskan oleh satu orang, itu berarti ia tidak meninggalkan sisa untuk orang lain di sekitarnya. “Tokecang” berfungsi sebagai teguran halus bahwa manusia adalah makhluk sosial yang wajib berbagi dan peduli terhadap sesama.
- Hormat pada Sumber Daya: Nasihat ini juga meluas pada etika mengonsumsi sumber daya. Tidak boleh mengambil sesuatu (bahkan makanan) secara berlebihan karena akan merugikan orang lain dan menimbulkan ketidakseimbangan.
Bagian Lain yang Unik: Keindahan dan Kehidupan Sosial
Selain pesan moral yang utama, lagu ini juga memiliki bait lain yang unik dan merefleksikan kehidupan sosial masyarakat Sunda masa lalu:
