Salah Data DTSEN Bikin Warga Miskin Tak Dapat Bansos, BPS Garut Jelaskan Akar Masalahnya

Salah Data DTSEN Bikin Warga Miskin Tak Dapat Bansos, BPS Garut Jelaskan Akar Masalahnya
Salah Data DTSEN Bikin Warga Miskin Tak Dapat Bansos, BPS Garut Jelaskan Akar Masalahnya
0 Komentar

GARUT – Peralihan sistem data bantuan sosial dari pemerintah pusat kini berpatokan pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Namun, perubahan itu belum sepenuhnya menjawab persoalan klasik yang terjadi di lapangan. Banyak warga yang hidup dalam keterbatasan justru tidak terdata sebagai penerima bantuan sosial, sementara sebagian yang mampu malah tetap menikmati bantuan tersebut.

Di Kabupaten Garut, kondisi itu tampak nyata. Sejumlah warga miskin terdata dalam desil 5 hingga desil 10, kategori yang dianggap menengah ke atas, sehingga mereka tidak bisa menerima bantuan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), maupun program bansos lainnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut mengakui adanya dua jenis kesalahan dalam pendataan DTSEN, yakni inclusion error dan exclusion error.Hendra Sukatriyana, Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Garut, menerangkan bahwa inclusion error terjadi ketika seseorang yang tidak layak justru menerima bantuan sosial. Sedangkan exclusion error adalah kebalikannya — warga yang seharusnya layak malah tidak terdata atau tidak menerima bantuan.

Baca Juga:Terlupakan di Tengah Sistem: Kisah Lansia Lumpuh di Garut yang Tak Tersentuh BansosBukan Pengamen Biasa: Polisi Temukan Kratom dan Peluru Tak Aktif di Sumedang

Menurut Hendra, DTSEN bukanlah satu sumber tunggal, melainkan hasil gabungan dari berbagai basis data sosial-ekonomi.

“Dari data itu ada yang inclusion error dan ada yang exclusion error, ada yang harusnya masuk tapi belum masuk, ada yang harusnya gak dapat tapi masih ada datanya,” ujar Hendra (30/10) kepada sejumlah media.

Ia menjelaskan bahwa data DTSEN dihimpun dari Regsosek yang bersumber dari BPS, P3KE, serta DTKS, yang kini juga digabung dengan data dari Pertamina dan PLN. Penggabungan ini dimaksudkan agar pendataan sosial lebih komprehensif, tetapi juga membuka potensi ketidaksesuaian antara kondisi nyata masyarakat dengan hasil klasifikasi digital.

Lebih lanjut, Hendra menuturkan bahwa kesalahan data seperti inclusion error maupun exclusion error masih bisa diperbaiki. Proses perbaikan dilakukan melalui operator Dinas Sosial di tingkat desa, yang memiliki akses untuk memperbarui data melalui aplikasi SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial – Next Generation).

“Nah hasil dari verifikasi teman-teman PKH kemudian diolah lagi sama BPS. BPS juga untuk saat ini hanya sebatas untuk menghitung ukuran yang desil tadi, itupun oleh BPS pusat semua. Jadi seluruh data Indonesia diurutkan dari desil 1 sampai desil 10,” ujarnya.

0 Komentar