“Saya beli burung berapa pun, mau puluhan juta, mau ratusan juta, keluarga tahu. Karena saya terbuka. Insyaallah kalau kita terbuka, rezeki itu ngalir terus,” katanya mantap.
Dia pun mengenang masa-masa awalnya yang serba sederhana. Dulu, ia hanya bisa melatih burung dengan sepeda motor tua. Tapi lewat kesabaran dan ketekunan, satu per satu impiannya terwujud.
“Dulu saya cuma bisa ngelatih burung pakai motor. Sekarang alhamdulillah, bisa punya motor bagus, bisa beli mobil pribadi, bahkan mobil khusus untuk burung,” kenangnya.
Baca Juga:Pastikan Hubungan Industrial Kondusif, Disnakertrans Sumedang Jaga Keseimbangan Pengusaha dan PekerjaProyek Perumahan di Cimanggung Disetop, PT Pakaya Bangun Persada Diduga Langgar Moratorium Pembangunan
Burung-burung yang dulu hanya bisa ia impikan kini sudah berada di tangannya: Lorenzo, German, Dewa Mabuk, dan Hotman.
“Burung-burung itu dulu cuma saya lihat dari jauh. Sekarang bisa kebeli dari hasil jual piyikan, tabungan, dan kerja keras. Rasanya luar biasa,” ujarnya haru.
Baginya, kemenangan bukan hanya ketika burung kesayangannya mendarat, tapi ketika ia pulang ke rumah dan melihat istri serta anaknya tersenyum bangga.
“Kalau amplop hadiah saya kasih ke istri, biasanya dia langsung bilang: ini buat rokok Om, dia bagikan, kalau istilahnya oteng. Saya senang, karena itu bentuk kebersamaan. Keluarga ikut senang, bukan cuma saya,” tuturnya.
Dia pun percaya, keberhasilan tidak lahir dari sekadar latihan dan strategi, tapi dari doa dan restu orang-orang yang mencintai kita.
“Burung juara itu rezeki. Tapi rezeki yang sesungguhnya adalah keluarga yang selalu mendoakan,” pungkasnya.(win)
