'Garuda di Lautku' dan Unpad Kolaborasi Bangkitkan Potensi Sidat, Siapkan Rekomendasi Kebijakan Berbasis Riset

\'Garuda di Lautku\' dan Unpad Kolaborasi Bangkitkan Potensi Sidat, Siapkan Rekomendasi Kebijakan Berbasis Riset
Ketua Yayasan Garuda Di Lautku Inisiatif, Hengki Hamino (kanan), dan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran, Prof. Yudi Nurul Ihsan (kiri), menunjukkan dokumen nota kesepahaman (MoU) yang telah ditandatangani di Bale Sawala, Kampus Unpad Jatinangor, Kamis (13/11).(Erwin/Sumeks)
0 Komentar

JATINANGOR – Di balik aliran sungai-sungai di Jawa Barat, tersimpan potensi ekonomi yang nyaris terlupakan: ikan Sidat. Komoditas air tawar yang bernilai tinggi di pasar Jepang dan Korea ini kini menjadi fokus kajian serius antara Yayasan Garuda di Lautku Inisiatif dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Padjadjaran.

Kamis (13/11), kedua lembaga itu menandatangani nota kesepahaman (MoU) di Kampus FPIK Unpad Jatinangor. Langkah ini melanjutkan kerja sama yang telah lebih dulu dijalin Garuda di Lautku dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam penyusunan kebijakan berbasis riset dan penguatan kapasitas SDM kelautan.

Ketua Yayasan Garuda di Lautku, Hengki Hamino, menyebut kolaborasi ini sebagai bagian dari upaya membangun tata kelola kelautan yang lebih berkelanjutan. “

Baca Juga:Dewan Sumedang Adukan Pemangkasan Kuota Haji 2026 ke DPRD Jawa BaratPemkab Sumedang Siap Tawarkan Investasi Unggulan di West Java Investment Summit (WJIS) 2025

Kami ingin menjembatani sains, kebijakan, dan masyarakat pesisir. Fokusnya pada pengelolaan wilayah perairan – dari pesisir hingga delta – yang selama ini belum dioptimalkan,” ujarnya.

Salah satu agenda riset yang menjadi prioritas adalah kajian komoditas Sidat (Anguilla spp.), ikan yang oleh banyak negara dianggap mewah, namun di Indonesia belum mendapat perhatian serius.

Menurut Hengki, penelitian ini akan menghasilkan rekomendasi kebijakan untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), terutama terkait potensi ekspor dan konservasi.

“Kita ingin mengurai persoalan Sidat ini—apakah kendalanya di regulasi atau di kapasitas SDM. Jika budidayanya bisa dikembangkan, Indonesia berpeluang besar menembus pasar ekspor Eropa,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Hengki juga memaparkan hasil kunjungan ke sejumlah lokasi budidaya Sidat di Sukabumi. Pertemuan di Unpad turut dihadiri pelaku usaha dan peneliti dari Cimahi, Cilacap, hingga Sulawesi, untuk membahas kendala dan peluang ekonomi dari ekosistem Sidat.

Sementara itu, Dekan FPIK Unpad Prof. Yudi Nurul Ihsan menyambut baik kerja sama tersebut sebagai ruang bagi mahasiswa dan peneliti muda untuk turun langsung ke lapangan. Ia menilai Sidat sebagai “komoditas emas cair” yang memiliki potensi besar, namun terhambat oleh tata kelola yang belum tertata.

0 Komentar