Jalan Cadas Pangeran: Sebuah Pengorbanan untuk Sejarah

Jalan Cadas Pangeran: Sebuah Pengorbanan untuk Sejarah
Jalan Cadas Pangeran: Sebuah Pengorbanan untuk Sejarah (ilustrasi/ist)
0 Komentar

SUMEDANGEKSPRES – Jalan Cadas Pangeran, yang kini menghubungkan Sumedang dengan Bandung, Majalengka, dan Cirebon, lebih dari sekadar jalur transportasi. Ia adalah saksi bisu dari sebuah sejarah panjang yang penuh dengan perjuangan, pengorbanan, dan kesedihan. Di balik keindahannya, jalan ini menyimpan kisah tragis yang tak akan pernah terlupakan.

Dibangun di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels pada awal abad ke-19, Jalan Cadas Pangeran merupakan bagian dari jalan raya pos yang menghubungkan Anyer hingga Panarukan.

Proyek ambisius ini bertujuan untuk memperkuat pertahanan Belanda dari ancaman Inggris. Namun, biaya pembangunan jalan ini sangat mahal bukan hanya dalam hal uang, tetapi juga dalam darah dan nyawa manusia.

Baca Juga:Operasi Zebra Lodaya 2025 Fokus Cadas Pangeran, Polisi Perketat Pengawasan Jalur Rawan KecelakaanSumedang Jadi Daerah Paling Progresif di Kawasan Rebana, Infrastruktur dan Digitalisasi Jadi Kunci

Medan yang terjal, tebing-tebing curam, dan jurang dalam membuat proses pembangunan begitu sulit dan mematikan. Korban jiwa yang jatuh selama pembangunan jalan ini sangatlah banyak.

Bahkan, dalam catatan sejarah, disebutkan bahwa lebih dari 5.000 nyawa melayang akibat kerasnya pekerjaan tersebut. Mereka adalah pekerja yang dipaksa untuk menggali dan menembus batu karang, tanpa perhatian yang layak terhadap keselamatan mereka.

Pada zaman itu, jalan ini bukan hanya menjadi jalur transportasi, tetapi juga menjadi kuburan besar bagi para pekerja yang harus mengorbankan hidup mereka demi sebuah ambisi besar.

Salah satu potret sejarah yang mengabadikan jalan ini adalah foto-foto dalam buku Het Paradijs van Java karya Wijnand Kerkhoff.

Di salah satu foto, tampak sebuah batu besar yang menghalangi jalan, sebuah bukti bahwa pada masa itu, kendaraan bermotor belum ada dan jalan itu hampir tidak bisa dilalui dengan mudah. Pada saat yang sama, sebuah kenyataan pahit juga muncul: Indonesia baru akan mengenal mobil bermotor pada tahun 1894, beberapa dekade setelah pembangunan jalan ini dimulai.

Menurut Mumuh Muchsin Zakaria, seorang pengajar dari Universitas Padjadjaran, jalan ini pada awalnya dibangun untuk tujuan militer.

Namun, lama kelamaan, fungsinya berkembang menjadi jalur penting bagi pengangkutan produk-produk perkebunan seperti teh dan kopi. Namun, meskipun jalan ini membawa kemakmuran bagi sebagian pihak, ia tetap dihantui oleh sejarah gelap pengorbanan yang terjadi selama pembangunannya.

0 Komentar